JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, ada tiga momentum penting yang dilakukan BI dan Pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi Indonesia di 2017 di tengah dinamika perekonomian global maupun domestik. Semua hal itu tertulis jelas di dalam buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2017 yang dirilis hari ini.
Agus menjelaskan, pertama adalah membaiknya pertumbuhan ekonomi dunia yang mendorong peningkatan volume perdagangan dan harga komoditas serta masuknya aliran modal ke negara berkembang termasuk Indonesia.
Baca Juga: BI Luncurkan Buku Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2017
"Momentum pertama sumber dari global berupa membaiknya pertumbuhan ekonomi dunia. PDB dunia 2017 tumbuh 3,7% lebih tinggi dari 2016 sebesar 3,2% dan juga lebih baik dari perkiraan awal tahun," ungkap Agus di Gedung BI, Rabu (28/3/2018).
Menurutnya, tahun 2017 lalu pertumbuhan ekonomi beberapa negara mitra dagang Utama Indonesia dari negara maju seperti Amerika Eropa dan Jepang juga semakin kuat. Begitu pula dengan Mitra dagang terbesar Indonesia dari negara berkembang yaitu Tiongkok, juga terhindar dari perlambatan ekonomi secara drastis karena strategi blancing yang berlangsung gradual.
Baca Juga: 4 Trik ala BI Hindari Kejahatan Skimming
"Perbaikan ekonomi global, kemudian berimbas pada kenaikan permintaan sehingga mendorong perdagangan global tumbuh tinggi. Permintaan dunia yang meningkat ini menjadi momentum untuk mengakselerasi perekonomian domestik melalui peningkatan ekspor. Peluang untuk mengakselerasi perekonomian domestik semakin kuat karena harga komoditas juga meningkat signifikan pada 2017, selain kenaikan permintaan tingginya harga komoditas turut dipicu oleh permasalahan sisi pasokan di beberapa negara produsen," jelasnya.
Kedua adalah keberhasilan pemerintah dengan terus terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dalam beberapa tahun terakhir. Tentunya ini tidak terlepas dari kehati-hatian dan konsistensi kebijakan makro ekonomi yang ditempuh Bank Indonesia dan pemerintah sehingga menjadi basis bagi berlanjutnya pemulihan ekonomi stabilitas makroekonomi yang semakin kuat pada tahun 2017.
"Ini tercermin pada inflasi yang berada dalam rentang sasaran perkiraan. Ini tentu menggembirakan, defisit transaksi berjalan berhasil dijaga pada level yang sehat di bawah 3% terhadap PDB sedangkan pada periode 2013-2014 defisit transaksi berjalan melebihi 3% terhadap PDB, bahkan di tahun 2013 kuartal kedua mencapai 4,2% dari PDB," jelasnya.
Selain itu, stabilitas makroekonomi juga tercermin pada pergerakan nilai tukar Rupiah sepanjang 2017 yang sejalan dengan nilai fundamental nya. Sementara itu kinerja perbankan dan pasar keuangan secara umum juga membaik sehingga stabilitas ekonomi kemudian mendorong terciptanya momentum positif.
Baca Juga: BI Yakin Fed Rate Naik 3 Kali Tahun Ini
Ketiga yaitu membaiknya keyakinan pelaku ekonomi terhadap perekonomian Indonesia melalui berbagai pengakuan positif dari dunia internasional, peringkat daya saing Indonesia yang membaik dan meningkatnya peringkat ease of doing business (EODB) serta meningkatnya investasi korporasi.
"Pada tahun 2017 kita menerima berbagai pengakuan positif dari dunia internasional lembaga pemeringkat S&P misalnya meng-upgrade peringkat Indonesia menjadi investment grade, kemudian moodys yang sebelumnya telah memberikan predikat ini. Selain itu peringkat daya saing atau global global competitiveness index Indonesia 2017 juga kembali menjadi perangkat 36 dari sebelumnya di peringkat 41. Tidak hanya itu iklim usaha dipersepsikan membaik terlihat dari peringkat eodb 2018 yang naik ke posisi 72 yang sebelumnya di posisi 91. Kenaikan yang luar biasa kalau kita ingat satu tahun sebelumnya itu di peringkat 106," tukasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)