Selain itu lanjut Mirza, dalam menyikapi pelemahan Rupiah seluruh pihak juga harus memperhatikan tren dari volatilitas alias gejolaknya. Menurut Mirza sejak tahun 2013, nilai tukar Rupiah selalu mengalami kenaikan akibat gejolak perekonomian global.
Nilai tukar Rupiah mulanya berkisar di angka Rp10.000 per USD kemudian naik kembali menjadi Rp11.000 per USD pada tahun berikutnya. Lalu naik kembali menjadi Rp12.000 per USD dan Spain pada akhirnya pada hari ini mencapai Rp15.100 per USD.
Baca Juga: Rupiah Tembus Rp15.000/USD, Ini yang Bakal Dilakukan BI
"BI pasti memperhatikan itu. Kalau lihat kurs, jangan lihat angka Rp 15.000-nya, tapi lihat bagaimana volatilitasnya, bagaimana supply dan demand-nya. Kita sudah mengalami volatilitas ini sejak tahun 2013. Dari Rp 10.000 ke Rp 11.000, lalu jadi Rp 12.000, jadi Rp 13.000 per USD," jelasnya.
Pelemahan nilai tukar Rupiah juga harus melihat nilai tukar mata uang asing lainnya terhadap Dolar Amerika Serikat. Sebab menurutnya, bukan hanya Indonesia saja yang mengalami gejolak juga negara-negara lainnya seperti Filipina, Meksiko hingga Brasil yang mengalami tekanan terhadap nilai tukar mata uang.