Manager External Communication Pertamina Arya Dwi Paramita menyambut positif kehadiran kompetitor disektor ritel sebab setiap badan usaha pasti akan bersaing untuk memberikan layanan yang terbaik bagi pelanggan.
“Karena itu, suasana kompetisi ini menjadi dorongan bagi kami untuk selalu memberikan yang lebih baik,” ujar Arya.
Menurut dia, dalam menjaga pangsa pasar, tentunya Pertamina terus memberikan pelayanan dan terobosan untuk meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan. “Pertamina telah memulai beberapa terobosan baru dari sisi layanan SPBU seperti Pertashop hingga pengembangan digitalisasi SPBU,” kata dia.
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM) Fahmy Radhi menilai, kehadiran swasta membangun SPBU justru menguntungkan masyarakat asalkan menjual BBM nonsubsidi, bukan BBM penugasan.
“Sesungguhnya untuk BBM nonsubsidi tidak ada masalah. Siapapun silakan masuk,” kata dia.
Menurutnya, kehadiran swasta baik itu dari dalam negeri maupun asing menjual BBM nonsubsidi justru akan menguntungkan masyarakat. Harganya ditentukan oleh mekanisme pasar sehingga harganya mampu bersaing secara kompetitif. Apabila terjadi persaingan tidak sehat, sudah ada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
“Jadi pada dasarnya yang diuntungkan adalah rakyat karena harganya saling berkompetisi. Harga juga lebih kompetitif karena akan ditentukan oleh pasar sehingga tidak bisa didikte oleh siapa pun,” tandasnya.
Meski begitu, seharusnya investor yang masuk berbisnis menjual BBM harusnya turut membangun infrastruktur. “Minimal harus punya fasilitas penyimpanan,” kata dia. Hingga saat ini tercatat ada enam badan usaha pemilik jaringan SPBU. Pertamina paling banyak memiliki SPBU. Hingga akhir 2018 BUMN migas ini memiliki 7.218 SPBU.
Selanjutnya AKR memiliki 142 SPBU; Shell 94 SPBU yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, Sumut, dan Jatim; Total S A mempunyai 13 SPBU; PT Aneka Retroindo Raya ada empat SPBU di Jabodetabek; dan Vivo Energy mempunyai dua SPBU.
(Feby Novalius)