Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto mengungkapkan, ada potensi pemerintah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) senilai lebih dari Rp800 triliun. SBN itu terbagi dari surat berharga baru yang diterbitkan, yakni sekitar Rp260 triliun serta surat utang jatuh tempo lebih dari Rp400 triliun.
”Ini kan pemerintah sering menerbitkan SBN dengan bunga lebih menarik. Kenapa? Karena pemerintah sedang membutuhkan pembiayaan yang besar dari masyarakat, yakni untuk pembangunan infrastruktur,” kata Ryan.
Selain penerbitan SBN, kata dia, saat ini Bursa Saham juga tengah gencar-gencarnya menarik dana masyarakat dengan kemudahan berinvestasi. Karena itu, ungkap Ryan, membuat korporasi mudah mendapatkan pinjaman dana segar melalui penawaran saham perdana (IPO/ initial public offering).
”Pada 2017 saja, perusahaan atau korporasi besar yang mencari dana dari capital market hampir mencapai Rp200 triliun,” ujarnya. Hal tersebut menurut Ryan, mengindikasikan bahwa korporasi tidak menggantungkan dana hanya dari pinjaman perbankan melainkan bisa melalui pasar modal.
Dia menjelaskan, ada beberapa strategi untuk perbankan dalam menghadapi persaingan perebutan DPK.
Pertama, setiap debitur yang memperoleh kredit dari bank wajib 30% menggunakan fasilitas dari bank krediturnya. ”Kalau mendapatkan kredit dari perbankan A, maka harus menggunakan fasilitas kredit perbankan tersebut. Nanti akan ditunjukkan melalui perjanjian kredit atau PK,” ujarnya.
Kedua, kata dia, menggunakan dan mengembangkan digital banking dengan QR code atau layanan digital lainnya seperti LinkAja.
Ketiga, perbankan bisa mengembangkan SCF (supply chain financing), yakni menggarap semua rantai pasok dari kreditur perbankan.
”Jadi, kalau ada nasabah besar menjadi nasabah perbankan A, dia kan pasti punya kontraktor atau vendor-vendor-nya. Terus kita garap kontraktor utamanya, kemudian kita garap subkontraktornya. Jadi, ibaratnya sekali pukul dapatnya banyak,” kata Ryan.
Strategi keempat, ujar dia, perbankan harus memperbanyak kerja sama dengan merchant sehingga semua jalur pembayaran menggunakan perangkat perbankan. ”Baru mereka akan menggunakan EDC yang merek perbankan miliki.
Ini cara antisipasi jangan sampai DPK kita tidak keluar masuk, kita harus cari yang stabil. Yang mudah keluar masuk adalah time deposit. Ini adalah instrumen balancing. Sementara strategi terakhir adalah special rate, tapi ini senjata terakhir,” ujarnya. (Kunthi Fahmar Sandy)
(Dani Jumadil Akhir)