JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Ombudsman mengaku membutuhkan payung hukum dalam bentuk Undang-Undang untuk mengatasi praktik Financial Technology (Fintech) ilegal yang marak bermunculan. Permintaan tersebut direspons oleh wakil rakyat sebagai pembuat UU bersama dengan pemerintah. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo mengaku akan mengkaji usulan terkait UU mengenai fintech. "Saat ini semua usulan dari masyarakat sedang dalam kajian," ujarnya dilansir dari Harian Neraca, Rabu (27/3/2019).
Dia menjelaskan bahwa apakah kebutuhan undang-undang mengenai fintech itu mendesak sangat tergantung kepada apa yang diharapkan oleh publik, bisa berasal dari inisiatif pemerintah atau DPR semua dalam kajian plus dan minusnya. "Tetapi yang pasti kita tidak boleh melewatkan atau ketinggalan kemajuan teknologi ini, karena kita tidak mau tertinggal atau digilas oleh kemajuan teknologi yang sekarang sudah masuk pada teknologi sangat maju yakni 4.0," katanya.
Bambang menilai bahwa sejumlah aturan atau regulasi yang ada masih bisa melindungi konsumen di Indonesia. "Sampai saat ini masih banyak aturan atau regulasi yang bisa melindungi konsumen, seperti undang-undang perlindungan konsumen, lalu undang-undang keuangannya juga masih bisa," tuturnya. Bambang mengatakan bahwa fintech selain membawa manfaat kepada konsumen dan pelaku usaha namun juga menimbulkan potensi risiko nasional berupa kemunculan fintech-fintech ilegal, pengambilan dan penyalahgunaan data pribadi konsumen, bunga pinjaman serta pelanggaran hukum.
Baca Juga: 34 Fintech Mengajukan Izin ke OJK
"Sehubungan dengan berbagai permasalahan di atas, pemerintah perlu memiliki aturan perundang-undangan yang mampu menjadi payung hukum bagi para pelaku di industri ini. Regulasi yang konsisten dan visioner sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan industri fintech yang sedang pesat akhir-akhir ini," ujarnya. Dia juga menambahkan bahwa di sisi lain aturan tersebut juga harus mampu melindungi kepentingan pihak-pihak terkait agar terhindar dari berbagai kerugian, akibat penyalahgunaan teknologi dan transaksi ilegal.
Mengapa dibutuhkan UU fintech, menurut Anggota Ombudsman Dadan Suparjo Suharmawijaya, meski Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi sudah memblokir platformnya, fintech pinjaman ilegal akan membuat yang baru. “Indonesia butuh regulasi setingkat UU terkait penyelewengan atau kejahatan (fraud) online yang ‘berbaju’ fintech,” ujarnya, beberapa waktu lalu.