Untuk mengkaji hal itu, dia pun mengundang Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait seperti OJK, Satgas Waspada Investasi, Bank Indonesia (BI), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Salah satu kebijakan yang ia harapkan membahas fintech pinjaman ilegal adalah Rancangan UU (RUU) Perlindungan Data Pribadi. RUU tersebut sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019. Dengan begitu, ia berharap aturan tersebut dirilis tahun ini juga. “RUU ini bukan hanya untuk fintech, tetapi juga untuk persoalan lain. Misalnya, di Kementerian Kominfo terkait masalah kartu pra bayar, dan lain sebagainya," ujar Dadan.
Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi pun menyambut positif, undangan Ombudsman untuk mengkaji kebijakan tersebut. Sebab, OJK hanya mengatur dan mengawasi fintech pinjaman yang terdaftar. Sementara fintech pinjaman ilegal ditangani oleh Satgas Waspada Investasi OJK dan Kepolisian RI.
Untuk itu, dia merasa perlu dibuat payung hukum setingkat UU guna memberi efek jera bagi fintech pinjaman ilegal. “Tentu ada sanksi pidana (kalau UU). Kalau di Peraturan OJK tidak ada, karena lebih rendah levelnya. Sanksi maksimal adalah pencabutan izin,” ujar dia. Saat ini, OJK hanya mengacu pada Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi untuk mengatur fintech pinjaman. “Ini yang kami diskusikan. Semoga Ombudsman bisa mendorong lahirnya UU ini, sehingga ke depan penyelesaiannya juga bisa permanen," ujarnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)