Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Indonesia Ancam Balik Uni Eropa Soal Diskriminasi Kelapa Sawit

Indonesia Ancam Balik Uni Eropa Soal Diskriminasi Kelapa Sawit
Industri kelapa sawit (Foto: Reuters)
A
A
A

JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla mengancam balasan kepada Uni Eropa jika kawasan itu memboikot produk kelapa sawit Indonesia. Menurut Wapres, industri kelapa sawit merupakan salah satu industri besar di Indonesia yang menyangkut sekitar 15 juta orang yang bekerja langsung maupun tidak langsung di komoditas itu.

"Kalau seperti tadi, oke kita tidak beli Airbus lagi, itu juga hak kita. Kalau Uni Eropa memiliki hak membuat aturan, kita juga punya hak bikin aturan," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, dilansir dari Harian Neraca, Kamis (28/3/2019).

Kalla menjelaskan Indonesia dan Eropa merupakan pasar yang besar. Dia mengatakan jika Eropa menahan produk minyak sawit Indonesia melalui aturan, pemerintah juga bisa melakukan upaya yang sama kepada produk asal Eropa. "Biasanya kita bisa selesaikan dengan negosiasi atau lewat WTO kalau memang terpaksa. Ya kita lewati dulu prosedur yang ada," jelas JK.

Baca Juga: Gapki: Kelapa Sawit Hanya Gunakan 6% Lahan Minyak Nabati

Pemerintah juga akan mengirim delegasi ke Uni Eropa untuk memberikan penjelasan sebagai respons atas langkah diskriminatif terhadap sawit. Tujuan delegasi itu yakni memberikan tanggapan atas rancangan peraturan Komisi Eropa yaitu Delegated Regulation Supplementing Directive 2018/2001 of the EU Renewable Energy Directive II.

Komisi Eropa telah memutuskan bahwa budidaya kelapa sawit mengakibatkan deforestasi berlebihan dan penggunaannya dalam bahan bakar transportasi harus dihapuskan. Komisi tersebut juga telah mengeluarkan Delegated Regulation Supplementing Directive 2018/2001 of the EU Renewable Energy Directive II.

Secara garis besar rancangan itu akan mengisolasi dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor biofuel Uni Eropa sehingga dapat menguntungkan produk minyak nabati lainnya. Saat ini, Komisi Eropa juga telah mengadopsi Delegated Regulation no C (2019) 2055 Final tentang High and Low ILUC Risk Criteria on biofuels pada 13 Maret 2019.

Melihat Lebih Dekat Buruh Kerja Memanen Kelapa Sawit di Desa Sukasirna Sukabumi 

Dokumen ini akan diserahkan kepada Dewan dan Parlemen Uni Eropa melalui tahap "scrutinize document" dalam waktu dua bulan ke depan. Hal itu berpotensi memberikan dampak negatif bagi kepentingan produsen minyak kelapa sawit utama seperti Indonesia dan Malaysia.

Sementara itu, ekonom Indef Aviliani menyebut perundingan bilateral merupakan kunci Indonesia dalam menghadapi diskriminasi minyak kelapa sawit yang dilakukan Uni Eropa. "Sekarang ini Indonesia tidak boleh melawan, karena di era Trump saat ini justru merupakan era di mana masing-masing negara memproteksi dirinya sendiri. Justru yang harus kita lakukan adalah pendekatan bilateral," ujar Aviliani.

Dia menjelaskan bahwa pendekatan bilateral tersebut harus dilakukan dalam mekanisme antarnegara atau Government to Government (G to G), bukan lagi antarpengusaha atau Business to Business (B to B).

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement