Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Aspek Teknologi Industri Kelapa Sawit Harus Berbenah

Koran SINDO , Jurnalis-Kamis, 28 Maret 2019 |15:03 WIB
Aspek Teknologi Industri Kelapa Sawit Harus Berbenah
Ilustrasi: Foto Antara
A
A
A

JAKARTA - Sektor komoditas kelapa sawit berperan besar dalam menopang ekspor Indonesia. Dengan masuknya era Revolusi Industri 4.0, industri kelapa sawit perlu segera berbenah terutama dalam aspek teknologi digital. Hal ini mengingat penguasaan teknologi menjadi kunci dalam menentukan daya saing Indonesia.

Efisiensi bisnis dan operasional mutlak segera dilakukan khususnya menyangkut kegiatankegiatan yang melibatkan banyak tenaga kerja. Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono mengaku industri kelapa sawit sudah mulai memasuki era digital terutama di perkebunan kelapa sawit.

Gapki telah meluncurkan aplikasi Pro-Sawit. Aplikasi ini memfasilitasi petani untuk mengunggah produksi tandan buah segar (TBS) yang akan dijual ke pasar. Diharapkan dengan adanya aplikasi ini bisa membantu para petani kelapa sawit dalam memasarkan hasil perkebunannya dengan harga bagus dan sesuai dengan dinamika pasar.

 Baca Juga: Sawit Diboikot, Wapres JK Siap Balas Uni Eropa

Dalam aplikasi ini juga disajikan harga sawit terkini. “Mau tidak mau harus menggunakan teknologi. Dengan teknologi juga memberikan efisiensi dan tentu memudahkan memantau aktivitas di kebun secara realtime ,” tuturnya. Demikian pula dengan pabrik kelapa sawit yang mulai menggunakan teknologi digital untuk memudahkan pekerjaan di industri sawit.

Era Revolusi Industri 4.0 juga tidak terlepas dari peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Gapki telah memberikan sertifikasi kepada para pekerja di sektor kelapa sawit yang dianggap mumpuni. Di sisi lain, pemerintah telah menggandeng dunia usaha asal Uni Eropa (UE) untuk ikut menyuarakan kekecewaan Pemerintah RI sekaligus membantu proses negosiasi dan diplomasi pemerintah Indonesia pada UE terkait tindakan diskriminasi UE terhadap kelapa sawit asal Indonesia.

Sebagaimana diketahui, sejak 13 Maret 2019 lalu, berdasarkan kebijakan UE, Komisi Eropa mengeluarkan regulasi turunan (Delegated Act) dari kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) yang mengklasifikasikan kelapa sawit sebagai komoditas bahan bakar nabati tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi ILUC (Indirect Land Use Change).

 Baca Juga: Diskriminasi Kelapa Sawit, Petani: Uni Eropa Nyeleneh

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, posisi keras Pemerintah RI dalam menanggapi dirilisnya konsep Delegated Act RED II oleh Komisi Eropa tersebut. Dia menegaskan, kelapa sawit merupakan komoditas sangat penting bagi Indonesia. Ini tercermin dari nilai kontribusi ekspor crude palm oil (CPO) senilai USD17,89 miliar pada tahun 2018.

Industri ini juga berkontribusi hingga 3,5% terhadap Produk Domestik Bruto. Selain itu, industri sawit menyerap 19,5 juta tenaga kerja, termasuk 4 juta petani kelapa sawit di dalamnya. “Kelapa sawit bukan hanya menghasilkan devisa yang banyak, tetapi juga mempekerjakan orang banyak sekali. Bisa dilihat bagaimana tingkat kemiskinan di daerah penghasil kelapa sawit itu turun lebih cepat,” ujarnya belum lama ini.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement