JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi dunia yang diproyeksikan semakin melemah akan berimbas pada ekonomi nasional. Hal ini akan berdampak pada dua hal yakni potensi melebarnya defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan (currenct account deficit/CAD).
Dana Moneter Internasional (IMF) telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,5% di awal tahun menjadi 3,3% dalam laporan di bulan April. Bank Dunia (World Bank) bahkan memproyeksikan ekonomi global akan tumbuh 2,9%, turun dari perkiraan sebelumnya yang bisa di 3%.
Sekertaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menyatakan, proyeksi itu imbas dari kondisi ketidakpastian ekonomi global. Mulai dari perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) yang masih berlanjut, hingga harga komoditas yang fluktuatif.
Baca Juga: IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global, Ini Tanggapan Pengusaha
Dalam kondisi pelemahan ekonomi global, Indonesia memiliki dua masalah mendasar yakni defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan.
"Tahun lalu CAD mengalami pelebaran, itu sejalan dengan kondisi neraca perdagangan yang defisit USD8,8 miliar, menjadi yang tertinggi. Ini masih jadi tantangan terberat kita," ujar dia dalam diskusi ekonomi di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Dia menjelaskan, kondisi ekonomi global menghambat pertumbuhan ekspor Indonesia, sebab permintaan dari negara tujuan mengalami penurunan. Di samping itu impor yang 92%-93% merupakan bahan baku dan barang modal terus berjalan, sehingga membuat terjadinya defisit neraca perdagangan.
"Meski defisit kuartal I 2019 hanya USD160 juta, namun dengan melihat pelemahan global dan volume perdagangan dunia yang turun, maka ada potensi defisit bisa lebih besar pada tahun ini," jelasnya.
Oleh sebab itu, pemerintah berupaya mengantisipasi dampak pelemahan ekonomi global dengan mengendalikan impor. Hal tersebut dilakukan dengan substitusi impor dalam negeri.
"Impor kita didorong oleh bahan baku dan barang modal maka perlu menyiapkan substitusi untuk barang tersebut," kata dia.
Selain itu, dilakukan juga dengan menggenjot ekspor, bukan hanya bergantung pada komoditas tapi juga produk manufaktur. Investasi juga akan terus didorong.
"Dengan fundamental ekonomi kita yang masih confident, pertumbuhan ekonomi terus di atas 5%, inflasi terjaga, maka optimistis investasi akan meningkat," katanya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)