Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Tak Ingin Bangkrut, Krakatau Steel Lakukan Restrukturisasi

Tak Ingin Bangkrut, Krakatau Steel Lakukan Restrukturisasi
Foto: Reuters
A
A
A

JAKARTA - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) tengah dilanda masalah yakni utang besar dan juga rugi yang berkepanjangan selama tujuh tahun berturut-turut.

Lantas apakah Krakatau Steel akan mati ditelan zaman? Atau akan diselamatkan? Atau direstrukturisasi untuk kemudian dilebur ke dalam PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum)? Berbagai pertanyaan di atas benar-benar menggelayuti emiten di pasar modal yang memiliki portfolio saham Krakatau Steel.

Dikutip dari Harian Neraca, Jumat (28/6/2019), gejala Krakatau Steel bermasalah sudah berlangsung selama tujuh tahun dengan membukukan rugi bersih berkepanjangan. Sampai kuartal I-2019 total kerugian Krakatau Steel mencapai USD62,32 juta atau ekuivalen dengan Rp878,74 miliar (kurs Rp14.100 per dolar AS).

Sampai Desember 2018 Krakatau Steel mencatat rugi bersih sebesasr US$4,85 juta atau ekuivalen dengan Rp68,45 miliar. Sementara sepanjang kuartal I-2019 pendapatan perseroan turun 13,87% menjadi USD418,98 juta atau sekitar Rp5,90 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar USD486,17 juta atau Rp6,85 triliun.

Pendapatan terbesar masih dari penjualan baja di pasar lokal mencapai USD349,60 juta, turun 17% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$421,22 juta. Adapun penjualan untuk pasar luar negeri justru naik menjadi USD16,69 juta, atau naik 78,88% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD9,33 juta.

Perseroan juga membukukan pendapatan dari bisnis lain yakni real estate dan perhotelan, rekayasa dan konstruksi, jasa pengelolaan pelabuhan dan jasa lainnya. Bahkan jasa pengelolaan pelabuhan cukup signifikan yakni USD18,50 juta.

Sementara total aset perseroan susut menjadi USD4,16 miliar dari akhir Desember 2018 yang sebesar USD4,29 miliar. Aset ini terdiri dari aset lancar USD771,34 juta dan aset tak lancar USD3,39 miliar.

Sedangkan kewajiban perseroan pada periode yang sama turun tipis menjadi USD2,40 miliar, dibandingkan akhir 2018 yang sebesar USD2,49 miliar. Dengan liabilitas jangka pendek senilai USD1,43 miliar atau sekitar Rp20,31 triliun dan liabilitas jangka panjang senilai USD968,70 juta atau Rp13,76 triliun.

Ekuitas di kuatal I-2019 turun menjadi US$1,76 miliar dibandingkan US$1,80 miliar di akhir Desember 2018.

Gejala Krakatau Steel bermasalah makin kuat ditandai dengan rencana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada 1.300 karyawan organiknya. PHK itu akan dilakukan secara bertahap, mulai 2019 hingga 2022.

Rencana PHK itu diketahui dari Surat Edaran (SE) No 73/Dir.SDM-KS/2019 perihal Restrukturisasi Organisasi Krkatau Steel. Pada surat per tanggal 29 Maret 2019 itu ditujukan untuk para General Manager (GM) dan manager di lingkungan Krakatau Steel.

Dalam SE tersebut, tercantum sejumlah poin penting. Di antaranya, merestrukturisasi 30% dari total 4.453 karyawan organik Krakatau Steel induk. Total karyawan yang masih bekerja sebanyak 6.264 karyawan.

Ini sesuai Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2018-2022 Krakatau Steel, dimana target produktifitas karyawan Key Performance Indikator (KPI) sebesar USD667 ribu per karyawan, setara dengan 4.352 orang.

Maka dengan itu, ada sekitar 1.300 karyawan organik akan mendapatkan restrukturisasi. Restrukturisasi pun akan menjadi tanggung jawab GM masing-masing unit kerja, bekerja sama dengan GM Human Capital Manajement.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement