JAKARTA - Kondisi perekonomian global masih dibayangi resesi. Bahkan perekonomian Indonesia disebut-sebut terancam resesi akibat gonjang-ganjing ekonomi global.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku tidak khawatir terkait ancaman resesi terhadap ekonomi global. Karena terpenting bagaimana pemerintah bisa menjaga dengan baik fundamental ekonomi.
Baca Juga: 4 Ciri-Ciri Meredanya Globalisasi Menuju Era Digitalisasi
Namun bukan berarti pemerintah akan mengabaikan kondisi global. Pemerintah justru juga akan mewaspadai perkembangan ekonomi global yang dapat mempengaruhi ekonomi nasional.
"Agar makro policy kita sound dan timely appropriate. Tekanan ketidakpastian global harus terus diwaspadai meski tak perlu khawatir," ujarnya saat ditemui di Djakarta Theater, Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Menurut wanita yang kerap disapa Ani, sejak krisis ekonomi global pada 2008-2009 lalu ekonomi dunia belum sepenuhnya sehat. Hal ini dibuktikan dengan masih belum stabilnya ekonomi dari negara-negara di dunia bahkan ada yang sampai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit lagi.
Baca Juga: Mata Uang Safe Haven Dibayang-bayangi Harapan Stimulus Meningkat
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, saat ini kebijakan yang dijalankan negara-negara di dunia juga masih relatif sama dengan tahun 2008-2009 lalu. Berbagai kebijakan yang dijalankan oleh negara-negara di dunia seperti kebijakan moneter dan fiskal yang ekspansif sementara pengetatan di sektor keuangan.
“Makanya sekarang itu banyak negara APBN-nya defisit. Suku bunga sangat rendah bahkan ada yang nol. Jadi ekonomi ini disanggah dengan ekspansi dan monetary policy yang rate rendah, serta quantitative easing," jelasnya.
Oleh karenanya, untuk menghadapi situasi ini pemerintah berupaya menjaga agar APBN-nya tetap sehat dengan defisit selalu di bawah 2% dan rasio utang terhadap PDB sekitar 30%. Kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia (BI) juga diarahkan agar ahead the curve.
"Memang bukan hanya resesi, tetapi kita juga menghadapi masalah fundamental, struktural dan spillover. Menjaga agar makro policy sound, tentu kita menggunakan setiap Rupiah untuk address yang isunya fundamental," jelasnya.
(Feby Novalius)