JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyebut perlu menaikan iuran untuk menyelematkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pasalnya, pada tahun ini saja BPJS Kesehatan diproyeksikan akan mengalami defisit Rp32 triliun jika tak ada kenaikan.
Baca Juga: Diminta Buruh Tak Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Jokowi: Kita Pertimbangkan
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, yang menjadi penyebab keuangan BPJS Kesehatan berdarah-darah karena iuran yang dibayarkan masyarakat tak sesuai. Bahkan ada beberapa masyarakat yang justru masih menunggak meskipun mendapatkan pelayanan dari BPJS Kesehatan.
“Kita mengambil kesimpulan, penyebab utamanya iuran belum sesuai. Makanya tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan program ini adalah menyesuaikan iuran,” ujarnya dalam Forum Merdeka Barat, di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (7/10/2019).
Baca Juga: Jadi Plt Menko PMK, Darmin Tidak Akan Ubah Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Fahmi membongkar data yang dimilikinya pada 2016, di mana seharusnya peserta BPJS kelas III non formal iuran idealnya sebesar Rp56.000 per bulannya. Namun, pemerintah memutuskan agar iuran untuk peserta kategori tersebut hanya sebesar Rp25.500 per bulannya.
Lalu, untuk peserta kelas II kategori non formal seharusnya membayar iuran Rp63.000. Namun, pemerintah memutuskan agar iuran peserta kategori tersebut hanya dibebankan membayar Rp51.000 per bulannya.
"Itu artinya sudah diskon. Diskonnya Rp12.000,” ucapnya