JAKARTA - Ekonomi Indonesia ke depannya masih akan menghadapi ketidakpastian. Terutama perlambatan ekonomi dunia.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, kondisi tersebut akan mempengaruhi Indonesia. Di mana, sektor riil sudah alami pelambatan.
Baca juga: Ini 15 Program Prioritas Bidang Ekonomi Dalam 6 Bulan
"Terlihat pertumbuhan dari penerimaan perpajakan korporasi yang melemah," ujar Sri Mulyani di Istana, Jakarta, Kamis (14/11/2019).

Dirinya mengatakan, laju pertumbuhan yang melemah tersebut haruslah dihadapi. Salah satu instrumen yang penting adalah APBN yang merupakan instrumen fiskal sekaligus untuk counter cyclical terhadap pelemahan.
Baca juga: Ekonomi RI Baik-Baik Saja, Ini Fakta-faktanya!
"APBN sebagai stimulus belanja negara yang efektif dan memiliki dampak langsung terhadap ekonomi," ujarnya.
Untuk tahun 2020, tantangan masih akan berlangsung. Oleh sebab itu, instrumen APBN menjadi vital dan harus digunakan secara efektif dan bertanggung jawab oleh seluruh pemangku kepentingan negara.
Baca juga: Sri Mulyani Cs Sebut Stabilitas Keuangan Indonesia Terkendali di Kuartal III-2019
Global 2020 diprediksi lembaga internasional akan membaik. Namun diharapkan bisa juga berikan dampak positif terhadap seluruh kondisi ekonomi dunia.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 diharapkan dekati 5,3% sebuah tantangan bagi kita," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara terkait resesi ekonomi yang dialami Hong Kong hingga Singapura. Banyak yang menduga resesi ekonomi yang terjadi pada dua negara tersebut bisa berpengaruh ke ekonomi Indonesia, karena keduanya memegang peranan penting terhadap perdagangan di Tanah Air.
Menurut Airlangga, resesi ekonomi yang dialami oleh Hong Kong dan Singapura tidak akan berdampak besar pada perekonomian Indonesia. Pasalnya, resesi kedua negara tersebut dinilai terjadi sebagian besar disebabkan oleh faktor internal.
"Ya kalau perekonomian Indonesia kan kita punya domestik market yang cukup bagus. Memang kan selama ini Singapura dan Hongkong sudah slow down. Apalagi Hongkong terkait dengan banyaknya persoalan internal," ujarnya.
(Fakhri Rezy)