JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendapatkan sorotan terkait skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang merugikan negara hingga Rp13,7 triliun. Pasalnya OJK kurang aktif berperan dalam penyelesaian kasus Jiwasraya.
Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, dalam kasus Jiwasraya ini memang OJK terlihat lebih pasif dibandingkan institusi lainnya. Ada beberapa sebab yang membuat OJK tampak begitu pasif.
Baca Juga: Kasus Jiwasraya Bikin Heru Hidayat Dibui, Bagaimana Nasib Trada Alam Minera?
Pertama, banyak kepentingan yang ada di dalamnya. Lalu kedua, dilematis antara melindungi hak nasabah atau justru ikut menyelesaikan permasalahan Jiwasraya.
"Sarat kepentingan dan benturan kepentingan antara melindungi pelaku industri dengan melindungi nasabah. OJK ikut main ( rent seeking - kasus Bumiputera), karena OJK memungut iuran dari pelaku industri," ujarnya saat dihubungi Okezone, Jumat (17/1/2020).
Baca Juga: Benny Tjokro Ditahan, Hanson International Cari Dirut Baru
Irvan juga menilai jika pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbilang cukup lemah. Sebab menurut Irvan, sudah seharusnya sebagai regulator jasa keuangan, OJK mendeteksi hal tersebut sejak awal dan melakukan tindakan serius.
"OJK lemah dalam pengawasan. Tidak menegakan aturan yang dibuat sendiri. Saya pernah sebut OJK highly regulated tapi very less supervisory. Dan itu diamini oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dengan kata-kata regulatory supervisory gap," jelasnya.