JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara terkait dengan anjloknya harga minyak dunia pada hari ini. Asal tahu saja, harga minyak turun tajam ke level terendah sejak 1991.
Minyak mentah berjangka Brent turun sebanyak USD14,25 atau 31,5% menjadi USD31,02 per barel. Ini adalah penurunan persentase terbesar sejak 17 Januari 1991, pada awal Perang Teluk pertama dan terendah sejak 12 Februari 2016. Sementara itu, Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun sebanyak USD11,28 atau 27,4% menjadi USD30 per barel.
Baca Juga: Minyak Anjlok 30% ke Level Terendah Sejak 1991, Imbas Konflik Arab Saudi-Rusia
Menurut Sri Mulyani, pihaknya akan memantau perkembangan harga minyak dunia. Pasalnya, pergerakan harga minyak bakal berdampak besar bagi perekonomian nasional salah satunya.
"Dinamika harga minyak dan pasar minyak dunia, ini juga salah satu hal yang harus kita perhatikan sangat serius. Kegagalan persetujuan antara dua produsen minyak terbesar dunia, antara Saudi dan Rusia untuk mengurangi produksi," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (9/3/2020)
Sri Mulyani menambahkan, penurunan harga minyak dunia akan berdampak besar bagi pasar keuangan. Penurunan itu menjadi tambahan sentimen negatif bagi investor.
"Pasar uang dan modal dan dampak psikologisnya," ucapnya.
Untuk diketahui, Arab Saudi, pengekspor minyak terbesar di dunia, berusaha menghukum Rusia, produsen terbesar kedua di dunia, karena menolak untuk memangkas produksi yang diusulkan oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
OPEC dan produsen lain mendukung pemotongan untuk menstabilkan penurunan harga yang disebabkan oleh kejatuhan ekonomi dari wabah virus korona. Arab Saudi berencana untuk meningkatkan produksi minyak mentah di atas 10 juta barel per hari (bph) pada bulan April setelah kesepakatan pasokan saat ini antara OPEC dan Rusia, - yang dikenal sebagai OPEC+ berakhir pada akhir Maret.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)