JAKARTA - Langkah Kongres Amerika Serikat (AS) mandek Minggu 22 Maret 2020 dalam pembahasan paket bantuan ekonomi besar-besaran bernilai USD1,8 triliun bagi sebagian besar warga dan bisnis di Amerika yang sangat terdampak virus corona yang mematikan.
Baca Juga: Fakta AS Siapkan Stimulus Hadapi Virus Corona, Nilainya Rp15.200 Triliun
Para pemimpin faksi Republik di Senat dan mitra-mitra mereka dari faksi Demokrat di DPR gagal meraih kesepakatan dalam sebuah rapat langka pada Minggu 22 Maret 2020 pagi.
"Belum ada perjanjian mengenai paket bantuan untuk mendorong ekonomi AS," kata Ketua DPR Nancy Pelosi seperti dikutip VOA Indonesia, Jakarta, Senin (23/3/2020).
Baca Juga: Kongres AS Bahas Bantuan Ekonomi USD1,8 Triliun bagi UKM Terimbas Virus Corona
Paket bantuan itu sedianya akan memberi bantuan dana tunai kepada lebih dari 90% warga Amerika dan banyak bisnis di AS untuk membantu mereka mengatasi dampak ekonomi akibat virus corona.
Para pejabat tinggi kongres bertemu dengan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, perunding utama yang diutus Presiden Donald Trump, dalam pembicaraan mengenai bantuan itu. Sebelumnya pada pagi hari, Mnuchin menyuarakan optimisme dalam wawancara di TV nasional bahwa sebuah perjanjian akan segera dicapai.
Para anggota kongres tidak sepakat mengenai beberapa hal, termasuk soal dana USD425 miliar untuk pinjaman dan jaminan pinjaman yang ingin diciptakan Republik. Sebagian oposisi Demokrat mencap dana itu sebagai dana gelap karena katanya Departemen Keuangan punya terlalu banyak kewenangan dalam memutuskan siapa yang akan menerima dana itu.
Pemimpin Republik di Senat Mitch McConnell mendukung sebuah RUU yang akan memberikan dana tunai dalam bentuk cek sebesar USD1.200 dolar kepada sebagian besar orang dewasa AS dan menyediakan bantuan ratusan miliar dolar kepada bisnis-bisnis yang sangat terkena dampak pandemi.
Namun, Pelosi dan anggota Demokrat lain dikatakan khawatir usulan McConnell tidak cukup membantu para pekerja dan perlu persayaratan lebih ketat untuk mencegah perusahaan yang ditalangi, membeli saham-saham perusahaan sendiri yang hanya akan membuat eksekutif mereka semakin kaya.
(Dani Jumadil Akhir)