JAKARTA - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyebut perekonomian Indonesia masih belum merdeka. Hal ini dikatakan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Hipmi Mardani H. Maming
"Hipmi di usia 48 tahun apakah kita sudah merdeka dari semuanya? Kita bisa merdeka dari penjajahan, tapi kita belum merdeka dari perekonomian. Perjuangan-perjuangan itulah yang harus kita bisa perjuangkan dan kita harus selalu mengingat, tidak ada sejarah negara dan tidak ada sejarah bangsa ini yang bisa merubah. Kecuali yang merubah adalah anak bangsa atau anak muda, maka anak muda itu adalah di HIPMI," ujar Maming dalam acara Peringatan Hari Ulang Tahun Hipmi ke-48, di Jakarta, Kamis (11/6/2020).
Baca Juga: Waspada Resesi, Ekonomi RI Diprediksi Minus 2% jika Covid-19 Tak Berakhir
Hipmi yang berdiri pada 10 Juni 1972 itu, lanjut Maming, saatnya berjuang menyampaikan cita-cita para pendahulu atau ada 16 mantum yang hadir sebagai perjuangan ekonomi. Salah satunya adalah memperjuangkan untuk harus merdeka dari perekonomian bangsa dan negara. Pihaknya menyadari bahwa pandemi Covid-19 ini telah menghantam khususnya ke semua lini, tidak lepas dari pengusaha muda.
"Kita minta ke pemerintah, dari 34 provinsi kami sudah rapat untuk membentuk kelompok kerja (pokja) yang diketuai oleh Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Ajib Hamdani untuk anak-anak Hipmi yang rata-rata mayoritas adalah usaha UMKM. Kita mengumpulkan data untuk meminta relaksasi masalah perbankan dan rata-rata yang mendapatkan relaksasi itu adalah perusahaan-perusahaan yang besar. Saya sudah menyampaikan kalau perusahaan yang pinjamannya di atas Rp10 miliar itu tidak perlu terlalu ditolong, karena rata-rata perusahaan besar biasanya hubungannya baik dengan bank dan bank takut khilangan kreditur perusahaan besar," ucapnya.
Yang menjadi perhatian Maming adalah pinjaman yang di bawah Rp10 miliar. Para pengusaha UMKM melobi bank agak sulit karena tidak punya nama.
"Sehingga, pengusaha di daerah di seluruh Indonesia masih banyak pengusaha-pengusaha Hipmi yang belum mendapatkan bantuan. Mudah-mudahan ini menjadi perhatian pemerintah," ungkapnya.
Baca Juga: Resesi Ekonomi Akibat Covid-19 Diprediksi Terburuk sejak Perang Dunia II
Selain itu, Maming melanjutkan, 5 hingga 10 tahun ke depan, pihaknya percaya bahwa pemimpin bangsa Indonesia adalah anak muda dalam memasuki era bonus demografi. Tapi, hal-hal kecil seperti pemerintah membuat regulasi untuk anak muda berani menjadi pengusaha, sehingga anak muda berani dan harus diberi kesempatan oleh pemerintah. Jika tidak, maka bukan era bonus demografi yang dihadapi tetapi era bencana bonus demografi.
"Kalau tidak ada regulasi, mau jadi pengusaha takut, modal susah persaingan ketat. Kalau kita tidak membuat regulasi untuk anak muda, era bencana bonus demografi yang kita hadapi. Karena kita tidak mempersiapkan anak muda kalau tidak dibuat regulasinya, anak muda harus diberi kesempatan," katanya.
Maming berharap, para pengusaha bisa berperan aktif menggerakkan perekonomian bangsa. Sehingga harapannya UMKM khususnya di bawah HIPMI juga bisa lahir sebagai puncak perekonomian bagi bangsa dan negara.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, peran pengusaha khususnya Hipmi di era new normal ini sangat diharapkan mampu membangun ekosistem sistem usaha yang sehat serta berperan aktif dalam membangun ekonomi bangsa pasca pandemi Covid-19 seperti saat ini.
"Di era new normal ini, pengusaha harus bisa bersama membangun ekosistem usaha yang sehat dan anggota Hipmi harus jadi garda terdepan untuk membangun ekonomi bangsa," ujar Bahlil.
Bahlil berharap, Hipmi yang telah menginjakkan usianya ke 48 tahun ini, dapat menciptakan anak muda yang nasionalis dan harus bermain di negerinya sendiri untuk mendirikan suatu iklim ekonomi yang berpihak kepada anggota dengan diberi mandat. "Nilai-nilai tersebut yang terkandung di setiap kader Hipmi," ucapnya.
(Dani Jumadil Akhir)