Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Bos SKK Migas Beberkan Alasan Lifting Migas Tak Sebesar Produksi

Oktiani Endarwati , Jurnalis-Jum'at, 17 Juli 2020 |20:57 WIB
Bos SKK Migas Beberkan Alasan Lifting Migas Tak Sebesar Produksi
Kilang (Shutterstock)
A
A
A

JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat realisasi lifting minyak dan gas pada semester I-2020 sebesar 1,71 juta barel setara minyak per hari (boepd). Hal tersebut dinilai masih mendekati target APBN 2020.

Secara rinci, lifting minyak sebesar 713,3 ribu BOPD, atau 94,5% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) original yang ditetapkan sebesar 755.000 BOPD. Sedangkan lifting (salur) gas sebesar 5.605 mmscfd, atau 84% dari target APBN Original sebesar 6.670 MMSCFD.

 Baca juga: Target Lifting Minyak Turun Jadi 705.000 Barel per Hari, Kenapa?

Pada semester I/2020, produksi minyak sebesar 720,2 ribu barel minyak per hari (BOPD) dan produksi gas sebesar 6.830 juta mmscfd. Dengan begitu, produksi migas mencapai 1,94 juta barel setara minyak per hari (MBOEPD).

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, lifting minyak masih dapat diupayakan mendekati target APBN. Namun, dia mengakui target lifting gas cenderung sulit dicapai.

 Baca juga: Lifting Migas RI Baru 1,7 Juta/Barel, 90% dari Target

"Lifting masih bertahan cukup bagus di tengah pandemi Covid-19," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Jumat (17/7/2020).

Dwi menuturkan, lifting minyak tidak sebesar produksi karena banyak pasokan yang disimpan sebagai stok. Hal ini karena harga minyak yang rendah.

Sementara lifting gas masih tertekan penurunan harga dan pandemi Covid-19. Selain itu, serapan yang tidak sesuai dalam kontrak karena lemahnya demand.

Penurunan harga gas untuk industri yang efektif telah diberlakukan agar dapat meningkatkan serapan gas juga belum memberikan dampak optimal. "Penyebabnya adalah pandemi Covid-19 yang juga menyebabkan penurunan kegiatan industri dan kelistrikan dan pada akhirnya menyebabkan penurunan penyerapan gas oleh end user," jelasnya.

Akibat rantai kejadian tersebut, penerimaan negara sektor hulu menurun secara berganda, baik disebabkan oleh pemotongan bagian negara agar harga gas industri tertentu dan kelistrikan dapat dipatok USD6 per MMBTU, maupun dari penurunan volume serapan gas.

"Dampak Covid itu sangat nyata. Walaupun begitu, kami bekerja sama dengan KKKS membuat terobosan-terobosan untuk mendukung capaian target produksi 1 juta barel per hari di tahun 2030. Dengan demikian Pengelolaan kegiatan hulu migas bisa tetap berjalan baik, dan gerak industri dapat mendukung program janka panjang," jelas Dwi.

Beberapa langkah yang dilakukan SKK Migas adalah memberikan insentif kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk dapat menunda penyetoran Dana Abandonment and Site Restoration (ASR) di tahun 2020. Selanjutnya, melakukan efisiensi, serta optimalisasi operasional dan pengaturan sumberdaya di lapangan karena adanya pembatasan operasional dan mobilitas yang berdampak pada kegiatan operasional dan penyelesaian proyek.

(Fakhri Rezy)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement