JAKARTA - Rencana membebaskan pajak terhadap pembelian mobil baru dinilai kurang efektif meningkatkan penjualan kendaraan roda empat tersebut. Pasalnya, akibat pandemi Covid-19 ini mayoritas masyarakat pendapatannya mengalami penurunan.
"Belum tentu pajak mobil baru 0% langsung penjualan mobil akan naik signifikan. Kemudian dari sisi kemampuan bayar (ability to pay) masyarakat di Indonesia masih rendah karena pendapatan menurun akibat pandemi," kata Ekonom Indef Bhima Yudhistira saat dihubungi, Selasa (29/9/2020).
Baca Juga: 2 Kali Deflasi, Tanda Konsumsi dan Daya Beli Semakin Drop
Selain itu, sebagian besar orang melakukan pembelian mobil baru melalui kredit ke bank atau lembaga leasing. Ini juga masih jadi permasalahan, karena suku bunga kredit masih mahal, dan bank masih khawatir NPL bengkak.
"Bank otomatis akan sangat selektif pilih calon debitur. Ada calon debitur semangat mau beli mobil baru karena harga sedang turun, eh banknya menahan diri khawatir calon debitur tidak kuat menyicil, kan sama saja enggak ngaruh itu," ujarnya.
Dia menambahkan, masalahnya meskipun harga mobil turun, tapi mobilitas masyarakat masih rendah karena adanya pandemi dan PSBB yang belum tahu kapan akan berakhir.
"Konsumen juga berpikir meski mobil murah tapi kalau mobilitas dibatasi ya apa urgennya beli mobil saat ini?," katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, keputusan mengenai pembebasan pajak kendaraan tersebut akan segera dirilis.
"Permintaan otomotif bebaskan pajak dan segalanya, we are looking into that. Kita pelajari semoga bisa diputuskan cepat," ujar Febrio dalam diskusi virtual.
Menurut dia, banyak aspek yang harus dilihat pemerintah sebelum memberikan pembebasan pajak. Misal apakah pembebasan pajak bisa mengangkat penjualan mobil dalam negeri sehingga berdampak pada perekonomian nasional.
(Dani Jumadil Akhir)