Shell sedang melakukan upaya pemotongan biaya yang diharapkan dapat memberikan penghematan tahunan sebesar USD2 miliar hingga USD2,5 miliar atau sekitar Rp29,7 triliun hingga Rp37,19 triliun hingga pada tahun 2022.
Perusahaan minyak besar lainnya menghadapi tantangan serupa. Rival BP juga telah memotong dividennya dan baru-baru ini mengumumkan melakukan PHK 10.000 pekerjaan dari 70.000 tenaga kerja globalnya.
"Tapi sekeras apa pun, mereka sepenuhnya merupakan pilihan yang tepat untuk diambil dan Covid-19 telah menyerang kami dengan cara lain. Sayangnya, kami kehilangan enam karyawan dan enam rekan kontraktor karena virus," jelasnya.
Sebenarnya, Van Beurden menggambarkan program pengurangan pekerjaan sebagai proses yang sangat sulit.
"Sangat menyakitkan mengetahui bahwa Anda akhirnya akan mengucapkan selamat tinggal kepada beberapa orang baik. Tetapi kami melakukan ini karena kami harus melakukannya, karena itu adalah hal yang benar untuk dilakukan demi masa depan perusahaan," jelasnya.
Dia mengatakan Shell harus menjadi organisasi yang lebih sederhana, lebih ramping, lebih kompetitif, lebih gesit dan mampu menanggapi pelanggan. Van Beurden menegaskan kembali bahwa Shell bermaksud menjadi bisnis energi tanpa emisi bersih pada tahun 2050 atau lebih cepat.
"Kami akan memiliki beberapa minyak dan gas dalam campuran energi yang kami jual pada tahun 2050, tetapi itu akan didominasi listrik rendah karbon, biofuel rendah karbon, itu akan menjadi hidrogen dan itu akan menjadi segala macam solusi lain juga," katanya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)