JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) mencatat, ada kendala dalam melakukan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Salah satu faktornya adalah ketersediaan lahan.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR (25/11/2020) ihwal Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT), Direktur Mega Proyek PLN M Ikhsan Asaad mengatakan, pemerintah seyogyanya dapat menyediakan atau memberikan lahan kepada PLN untuk dapat menggenjot pengembangan proyek EBT di Tanah Air.
Baca juga: 17 PLTS Terangi Pos Jaga di Perbatasan Papua
Setidaknya, ketersediaan lahan tersebut dapat digunakan bagi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). "Salah satu kendala kami mengembangkan EBT ketersediaan lahan ini mungkin nanti perlu dibantu sehingga diberikan kemudahan, diberikan akses yang lebih luas bagaimana menggunakan lahan untuk misalkan pengembangan PLTS," ujar Ikhsan.
Karena itu, dalam penyusunan RUU EBT, manajemen perseroan negara itu memberikan sejumlah masukan agar dapat diakomodir oleh DPR dan pemerintah. Di mana, PLN mengusulkan, badan usaha (BUMN) diberikan kemudahan perizinan secara menyeluruh oleh pemerintah pusat dan daerah.
Baca juga: Harta Karun EBT di RI 400 Gigawatt, Baru Segini yang Dimanfaatkan
Perizinan tersebut tidak hanya terkait dengan pengurusan perizinan di tahap awal, tetapi juga tahap konstruksi sampai hingga masa pengusahaan.
Usulan berikut adalah, bahwa RUU EBT diharapkan dapat mengatur atas kewajiban pemerintah dalam mendukung penyediaan EBT melalui penyediaan sarana dan prasarana (lahan). Dalam konteks ini, diperlukan peraturan pelaksana UU EBT guna memberikan dasar hukum penyediaan dana melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Kemudian soal penetapan harga EBT, PLN meminta agar harga EBT ditetapkan dengan memperhatikan nilai keekonomian berkeadilan baik untuk badan usaha sebagai pengembang maupun untuk keberlangsungan penyelenggaraan ketenagalistrikan oleh perusahaan listrik negara.