JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meluncurkan program Kemitraan Strategis Sektor Publik dan Swasta Indonesia (Public-Private Partnership / PPP), Kamis, 17 Desember 2020. Dalam kesempatan ini, diluncurkan juga buku kajian mengenai Kemitraan Strategis Sektor Publik dan Swasta dalam Penanganan TPPU dan TPPT di Indonesia.
Pembentukan PPP dilatarbelakangi kompleksitas penanganan tindak pidana pencucian uang (TPPU), tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) dan segala kejahatan ekonomi lainnya, yang membutuhkan sinergi seluruh komponen dalam proses penegakan hukumnya.
Baca juga: Pertukaran Analis, PPATK Gandeng Lembaga Intelijen Keuangan Australia
“Pembentukan PPP di Indonesia bertujuan untuk mempererat koordinasi dan kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta, khususnya dalam mencegah dan memberantas TPPU, TPPT, dan segala bentuk kejahatan terorganisir lintas batas negara,” kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae dalam sambutannya.
Dia menegaskan bahwa skema PPP diharap dapat mengoptimalkan penanganan suatu perkara berikut perampasan asetnya (asset recovery). PPP dibentuk sebagai wadah koordinasi seluruh lembaga, baik lembaga penegak hukum, lembaga pengawas dan pengatur, lembaga intelijen keuangan, dan pihak pelapor untuk bersinergi dalam penanganan suatu perkara.
Baca juga: Berlaku 14 Hari, PPATK Lakukan Work from Home
“Pilot project pertama PPP akan terkait dengan kasus trade-based money laundering dan narkotika. Dukungan seluruh pihak akan menjadi kunci suksesnya upaya bersama kita ini,” lanjut Doktor di bidang hukum ekonomi Universitas Indonesia ini.
Dukungan terhadap pembentukan PPP juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD. Ia meyakini bahwa PPP dapat menjembatani diskusi antara pemerintah dan sektor swasta untuk mengungkap kasus-kasus TPPU, TPPT, dan kejahatan terorganisir lintas batas negara lainnya. “PPP akan membuat penegakan hukum menjadi semakin sinergis, efektif, dan efisien,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.