JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melihat semua potensi dari berbagai bahan baku untuk bisa dikembangkan secara komersial. Untuk bisa berkontribusi dalam B30, ada dua prinsip yang perlu dipenuhi oleh biodiesel dari minyak jelantah.
Analis Kebijakan Ahli Muda, Subkoordinator Keteknikan Bioenergi, Kementerian ESDM, Hudha Wijayanto mengatakan, prinsip pertama adalah secara kualitas harus mencapai standar spesifikasi biodesel. Prinsip kedua, secara keekonomian juga harus dapat terimplementasi. Dia menyebut, biodiesel berpotensi mengurangi 91,7% emisi karbon dibandingkan solar.
"Jika kedua prinsip tersebut bisa dipenuhi oleh biodiesel dari jelantah, maka potensi jelantah sebesar 3 juta kiloliter per tahun akan dapat memenuhi 32% kebutuhan biodiesel nasional,” ujar Hudha dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/4/2021).
Baca Juga:Â Selain Sawit, Program B30 Bisa Gunakan Minyak JelantahÂ
Hudha menuturkan, terdapat tantangan lain terkait minyak jelantah, dimana dari sisi teknis terdapat karakteristik bawaan dari minyak jelantah yang akan sulit memenuhi tuntutan tinggi kualitas biodiesel untuk B30. Sedangkan, dari dari sisi bisnis, keberadaan minyak jelantah sebagai bahan baku yang tersebar dan tidak terpusat akan menyulitkan membangun pengolahan biodiesel dengan kapasitas yang besar untuk mendapatkan skala keekonomian terbaiknya.
"Mungkin solusi yang baik adalah bagaimana mendorong pemanfaatan bahan bakar nabati dari minyak jelantah melalui skema niaga langsung ke end user (skema tertutup) di luar dari skema B30 yang berlaku secara nasional," kata dia.
Dia menjelaskan, dari data empiris yang dimiliki Kementerian ESDM tentang pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan bakar nabati biodiesel menunjukkan, masih sedikit dari potensi minyak jelantah yang ada tersebut untuk bisa dimanfaatkan sebagai biodiesel, yang memenuhi sisi standar kualitas spesifikasi dan sisi harga keekonomiannya.