JAKARTA – Dorongan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dinilai tak memberikan solusi.
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengatakan, dorongan larangan total iklan dan promosi rokok yang menjadi bagian revisi PP 109/2012 akan memukul semua lini Industri Hasil Tembakau (IHT), termasuk para petani. Padahal, jumlah petani tembakau di Indonesia sangat banyak.
“Mereka ini tidak punya solusi. Pokoknya dilarang tetapi solusi bagi petani tembakau dan buruh rokok tidak ada,” ujar Trubus kepada wartawan di Jakarta, Jumat (30/4/2021).
Baca Juga:Â Jangan Terlalu Murah, Harga Rokok Perlu DiawasiÂ
Menurut dia, petani tembakau selama ini menjadi korban dari polemik mengenai IHT. Padahal, aktivitas pertanian mereka sudah dilakukan secara turun-temurun. Petani tembakau, kata Trubus, tidak dapat serta-merta beralih profesi ke pekerjaan lain yang bukan keahliannya.
Selama ini, IHT merupakan salah satu sektor yang diatur dengan kebijakan yang sangat ketat. Beberapa di antaranya bahkan cenderung memukul. Di luar PP 109/2012, beberapa aturan yang cenderung melemahkan, antara lain, kenaikan tarif cukai tahunan dan pemberlakuan kawasan tanpa rokok (KTR) di sejumlah daerah.
“Itu semua aturan yang membunuh IHT,” tegas Trubus.
Dia menilai, pemerintah akan berhitung sangat keras saat mewacanakan revisi PP 109/2012. Setidaknya ada beberapa alasan yang membuat revisi PP 109/2012 tidak relevan dilakukan.
Pertama, pemerintah sedang memiliki fokus yang lebih penting, yakni penanganan pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum berakhir.
“Fokus ke pandemi dulu yang masih tinggi dibanding revisi PP 109/2012, yang sekarang hanya mengundang pro-kontra, sehingga tidak menjadi bumerang,” kata Trubus.