JAKARTA - Industri perhotelan terkena dampak yang sangat signifikan akibat pandemi Covid-19. Hal ini dirasakan PT Hotel Sahid Jaya International Tbk (SHID).
Kinerja emiten perhotelan ini membukukan rugi di kuartal pertama 2021. Perseroan membukukan rugi Rp8,70 miliar atau turun dibandingkan priode yang sama tahun lalu mencatatkan kerugian sebesar Rp9,89 miliar.
Baca Juga: Selain PPKM, Pengusaha Hotel Permasalahkan Rapid Test Antigen
Sementara pendapatan usaha perseroan tercatat senilai Rp15,16 miliar. Realisasi itu turun 40,38% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp25,43 miliar. Dilihat dari segmen usaha, pendapatan utama dari makanan dan minuman anjlok 58,02% secara tahunan menjadi Rp3,82 miliar pada kuartal I/2021.
Sementara pendapatan dari kamar yang merupakan tulang punggung perseroan turun cukup terbatas sebesar 8,95% menjadi Rp8,64 miliar dari sebelumnya Rp9,49 miliar.
Baca Juga: Hotel Kian Sepi Efek PPKM, Ancaman PHK di Depan Mata
Di sisi lain, pendapatan dari ruangan toko (sewa) tumbuh menjadi Rp609,34 juta atau naik signifikan dari sebelumnya Rp128,05 juta. Dari sisi aset, Hotel Sahid membukukan total aset senilai Rp1,41 triliun pada akhir kuartal I/2021 atau turun 0,52% dari posisi pada akhir tahun lalu Rp1,42 triliun.
Liabilitas perseroan tumbuh 0,24% year-to-date menjadi Rp548,08 miliar sementara ekuitas turun 0,99% ytd menjadi Rp866,56 miliar.
Meski kinerja keuartal pertama masih terkoreksi, hal tersebut tidak membuat optimisme perseroan hilling. Pada semester kedua tahun ini, SHID optimis okupansi bakal tembus ke level 40%. Target tersebut juga tidak akan mengubah strategi SHID dalam menghadapi bisnis perhotelan pada semester genap tahun ini.
Wakil Direktur Utama PT Sahid Jaya Tbk, Ratri Sryantoro Wakeling seperti dikutip bisnis pernah bilang, langkah selanjutnya masih akan menyesuaikan langkah dengan orientasi utama perusahaan, yakni meningkatkan okupansi. Untuk itu, lanjutnya, perusahaan harus agak fleksibel dalam hal harga kamar.
Beberapa cara yang akan dilakukan perusahaan sepanjang semester II/2021, antara lain mendapatkan sebanyak-banyaknya sertifikat CHSE untuk hotel yang berada di bawah payung SHID; meningkatkan kualitas program staycation; dan menjual produk lain seperti jasa katering dan pesan-antar makan sebagai sumber pendapatan lain.
Menurut Ratri, strategi tersebut cukup efektif selama semester I/2021. Sertifikasi CHSE dinilai mampu mengamankan playing field perusahaan, sedangkan program staycation dikatakan mampu membantu okupansi hotel pada akhir pekan agar tidak semakin anjlok. Adapun, rerata okupansi SHID pada sepanjang semester I/2021 adalah 45% pada pekan kerja dan 20% pada masa akhir pekan.
"Program staycation bisa menahan angka okupansi pada akhir pekan agar tidak anjlok lebih dalam ke level 10 persenan," ujar Ratri, demikian dikutip dari Harian Neraca, Kamis (1/7/2021).
Secara keseluruhan, tingkat okupansi SHID sepanjang semester satu tahun ini berjalan berada di kisaran 50-55% dan bervariasi di setiap lokasi. Di DKI Jakarta, kata Ratri, okupansi stabil di level 35%, sedangkan di kota-kota kecil tingkat okupansi masih rendah, yakni 10 – 15%.
(Feby Novalius)