Secara terpisah, Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, menilai para pihak perlu pemahaman utuh jangan sampai pengembangan PLTS atap hanya didorong upaya mencapai target 2% EBT tanpa disertai informasi lain yang utuh. PLTS paling cepat prosesnya betul, tetapi risiko biaya yang tinggi juga harus dipahami.
“Risiko biaya yang timbul karena sifatnya yang intermiten karena hanya mampu berproduksi sekitar 4-6 jam per hari sehingga sisanya memerlukan bantuan dari jenis pembangkit yang lain yang kalau dijumlahkan biayanya tentu lebih mahal bagi PLN,” kata Komaidi.
Komaidi berharap regulasi terkait PLTS atap harus klir dengan memperhatikan banyak aspek. Apalagi saat ini sebagian besar komponennya masih sangat bergantung pada impor.
“Pengembangan PLTS atap perlu disinergikan dengan kebijakan TKDN agar manfaat ekonominya lebih besar lagi,” ujarnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)