Lalu, data penjualan ritel yang solid, yang menunjukkan kekuatan pemulihan ekonomi AS dan meredakan kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan ekonomi. Data penjualan ritel Agustus naik 0,7 persen (mom), berbanding terbalik dengan sebelumnya yang terkontraksi -1.8 persen dan lebih baik dari konsensus yang masih mengharapkan adanya kontraksi -0.8 persen mom.
Hal ini membuktikan ketahanan konsumen yang berkontribusi sekitar 70 persen terhadap pertumbuhan ekonomi AS. Kenaikan ini sebagian didorong belanja terkait kebutuhan sekolah dan pembayaran kredit pajak anak. Terjadi penjualan yang jauh lebih baik dari sebelumnya dan ditopang oleh penjualan ritel non-toko (+5.3 persen), furniture (+3.7 persen), toko merchandise (+3.5 persen) serta toko makanan dan minuman (+1.8 persen)
Kemudian, data yang dirilis menunjukkan penjualan ritel China tumbuh lebih rendah dari perkiraan. Ritel sales periode Agustus tumbuh 2,5 persen jauh di bawah perkiraan para analis naik sebesar 7 persen. Sedangkan produksi industri China juga tumbuh di bawah perkiraan. Produksi industri tumbuh 5,3 persen di bawah perkiraan sebesar 5,8 persen.
Pelemahan data ekonomi China meningkatkan lagi kecemasan atas perlambatan global di tengah kegelisahan atas pandemi yang dominan serta pengurangan kebijakan stimulus bank sentral. Data ekonomi di China menunjukkan dunia bisnis setempat bergulat dengan dampak lockdown lokal setelah penyebaran Covid-19 varian Delta, hambatan pasokan dan kenaikan biaya bahan baku.
"Angka penjualan ritel China menggarisbawahi sinyal melemahnya momentum ekonomi di China dan menambah ekspektasi Beijing akan menawarkan lebih banyak stimulus selama beberapa bulan ke depan," ucapnya.
Selanjutnya, neraca perdagangan Indonesia kembali mencetak surplus pada Agustus 2021, bahkan menorehkan rekor baru. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca dagang pada bulan lalu mencapai USD4,74 miliar. Capaian surplus ini jauh lebih tinggi dari surplus neraca dagang di bulan Juli 2021 yang sebesar USD2,59 miliar.
Realisasi surplus neraca dagang di bulan Agustus adalah yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia karena berhasil menggantikan surplus neraca dagang tertinggi yang dicetak pada Desember 2006. Kala itu, surplus neraca dagang mencapai USD4,64 miliar. Ekspor komoditas masih menjadi pendorong utama surplus ini.
Terakhir, pekan ini pelaku pasar menanti perkembangan dari the Fed. Ada FOMC Economic Projections, FOMC Statement, Fed Funds Rate dan FOMC Press Conference. Akhir pekan ada Fed Chair Powell Speaks dan FOMC Member Williams Speaks. Potensi kenaikan pajak di Amerika Serikat juga menjadi perhatian pelaku pasar.
Sementara itu, dari dalam negeri data menunjukan ekonomi Indonesia dalam fase pemulihan yang cepat dan baik dan di dukung angka covid 19 yang terus turun.
"Pelaku pasar akan berhati-hati menjelang rapat the Fed, IHSG berpeluang konsolidasi menguat dengan support di level 6.047 sampai 5.938 dan resistance di level 6.150 sampai 6.263," tuturnya.
(Feby Novalius)