Dan, setiap kali menemukan harta karun, Abah senang bukan kepalang.
"Sueneeenggg. Sesusah apapun hidup di kota begitu masuk hutan sangat gembira luar biasa," katanya sumringah.
Beberapa temuannya ia berikan cuma-cuma ke siapapun yang memiliki ketertarikan yang sama pada benda purba ini. Entah itu keluarga, teman, museum, bahkan kolektor.
Khusus kepada kolektor, Abah tidak mematok harga jika ada yang mau membeli. Dia menyerahkan besaran nilainya, asalkan sepadan dengan benda tersebut, serta tidak diperjual-belikan ke pihak lain di kemudian hari.
"Memang dia nguri-uri [ingin merawat dan menjaga] serta cinta terhadap budaya bangsa kita."
Di usianya yang hampir menginjak 70 tahun, ia memutuskan membagikan ilmu berburu harta karun kepada anak muda. Sudah ratusan orang dilatih bagaimana cara mencari benda-benda kuno dan berharga itu.
Abah pun mempersilakan jika temuan itu akhirnya dijual demi menghidupi keluarga.
"Saya sudah lelah, sangat lelah... pikiran dan tenaga sangat lelah."
Mengapa perburuan harta karun terus terjadi?
Arkeolog Dwi Cahyono mengatakan fenomena perburuan benda-benda yang memiliki nilai sejarah sudah terjadi sejak lama. Dari yang memakai alat-alat sederhana yaitu kayu dan besi, hingga menggunakan metal detektor.
"Kalau dulu mereka masih pakai besi yang dimodifikasi kayak bor. Tapi sekarang tidak, perangkat teknologi mereka sudah canggih," ujar Dwi Cahyono kepada BBC News Indonesia.
Hanya saja sepanjang pengamatannya, pemerintah tidak terlalu serius mengurusi persoalan ini.
Bahkan konten video di media sosial berisi barang-barang hasil temuan para pemburu terus bermunculan. Padahal hal itu bisa memicu orang lain untuk melakukan perburuan yang sama.
Itu mengapa pemerintah, katanya, harus sesering mungkin menggelar pertemuan juga pendekatan dengan para pemburu --menjelaskan pentingnya benda-benda itu dilaporkan ke pihak terkait untuk mengungkap sebuah peristiwa sejarah.
"Karena itu saya belum melihat upaya yang dilakukan untuk paling tidak membuat sebuah pertemuan dengan mereka. Sosialisasi bahwa memburu tidak diperkenankan."
"Kalau dibiarkan terus, makin lama [barang-barang bersejarah] itu akan habis."
(Kurniasih Miftakhul Jannah)