JAKARTA – Pemulihan ekonomi Indonesia memunculkan risiko kenaikan inflasi. Kendati demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai bahwa dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi di Indonesia masih relatif lebih moderat jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.
Baca Juga: Menko Airlangga: Investor dan Pasar Modal Jadi Bagian Penting dalam Pemulihan Ekonomi
"Besarnya dampak pandemi terhadap ekonomi kita masih lebih moderat jika dibandingkan dengan negara-negara anggota G20 dan ASEAN," ungkap Sri dalam video virtual di Jakarta, Rabu(15/12/2021).
Dia berkaca pada kontraksi ekonomi sebesar -2,07% tahun lalu, dan sekarang ekonomi Indonesia sudah mulai pulih dengan angka pertumbuhan di 7,07% pada kuartal II dan 3,51% di kuartal III.
Baca Juga: Menparekraf Sandiaga Uno Kembangkan Produk Unggulan dan Ekosistem Ekonomi Kreatif Desa
"Kita adalah negara yang relatively moderate dalam menangani dampak ekonominya," ungkap Sri.
Bahkan, dia pun membandingkan dengan beberapa negara yang mengalami kontraksi yang lebih dalam dari Indonesia. Seperti misalnya Thailand dan Malaysia yang mencatat pertumbuhan negatif pada kuartal III 2021 akibat varian Delta, setelah sebelumnya pulih pada kuartal II 2021.
"Namun, dengan proses pemulihan ekonomi pasca pandemi, risiko baru terus kembali bermunculan. Saya melihat risiko kenaikan inflasi yang tinggi di sejumlah negara yang mengalami pemulihan lebih cepat," tambahnya.
Dia pun menyoroti konsekuensi pemilihan kebijakan setiap negara untuk menghadapi risiko kenaikan harga. Namun, di satu sisi, inflasi Indonesia hingga saat ini masih dalam level yang terjaga.
"Dan tentu dalam sisi tekanan nilai tukar terhadap negara-negara yang kinerja ekonominya tidak baik akibat pandemi dan berlarut-larut, bahkan krisis seperti yang terjadi di Argentina dan Turki. Namun, demi mencegah terjadinya efek rambatan, Indonesia menyiapkan instrumen kebijakan untuk mengantisipasi dampak negatif sekaligus mempercepat pemulihan ekonomi," pungkas Sri.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)