JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, Indonesia memerlukan 8-10 pabrik hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME).
Hal ini untuk menekan impor dan subsidi LPG yang besar tiap tahunnya yang mencapai sekira Rp70 triliun. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sudah menyoroti tingginya impor LPG.
Satu pabrik gasifikasi mampu menghemat subsidi LPG sebesar Rp7 triliun.
"Satu pabrik DME bisa menghemat Rp7 triliun, artinya kita memerlukan 8-10 pabrik gasifikasi batu bara untuk DME," ujar Erick, Jakarta, Selasa (22/3/2022).
Baca Juga: Jokowi: Impor LPG Gede Banget, Mungkin Rp80 Triliun Itu Juga Harus Disubsidi
Dalam proses, kata Erick pembangunan dan pengembangan pabrik gasifikasi batu bara perlu kolaborasi antara BUMN dan pihak swasta nasional dan global. Kerja sama ini diperlukan untuk mempercepat hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter, sehingga ketergantungan impor LPG dapat ditekan.
"Tidak hanya BUMN, kita mengharapkan beberapa perusahaan batu bara swasta bisa men-switch DME sehingga ketergantungan kita LPG dengan negara lain bisa kita tekan," katanya.
Tercatat, ada tujuh skema hilirisasi batu bara yang tengah dikembangkan pemerintah. Ketujuh skema tersebut antara lain gasifikasi batu bara, pembuatan kokas (cokes making), underground coal gasification, pencairan batu bara, peningkatan mutu batubara, pembuatan briket, dan coal slurry/coal water mixture .
Saat ini Indonesia baru memulai membangun satu pabrik DME melalui kerja sama antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina (Persero), dan Air Products.
Pabrik ini terletak di Muara Enim, Sumatera Selatan dan sudah diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Januari 2022.
(Dani Jumadil Akhir)