JAKARTA - PT PLN (Persero) akan melakukan dedieselisasi atau konversi sekitar 5.200 pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) ke ke pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury menilai, Indonesia harus mampu meningkatkan suplai energi dengan tetap memenuhi target dekarbonisasi yang dicanangkan. Hal ini menjadi instrumen utama Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
"Bagaimana kita harus tetap melanjutkan pertumbuhan secara berkelanjutan. Dedieselisasi akan menunjukkan bagaimana Indonesia mampu meningkatkan kapabilitas energi nasional secara berkelanjutan," tutur Pahala, dalam seminar Renewable Energy Technology as Driver for Indonesia's de-dieselization, Rabu (23/03/2022).
Senada dengannya, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyebutkan di tengah kenaikan harga minyak dunia, transisi energi dari energi berbasis impor ke energi domestik menjadi langkah strategis yang harus segera dilakukan.
Baca Juga:Â Punya Banyak 'Harta Karun' Energi, Luhut: RI Siapkan Kawasan Industri Hijau
Selain dapat menekan penggunaan BBM, program ini juga bisa menghemat devisa negara. Program dedieselisasi pun menjadi langkah pertama dari PLN dalam proses mengonversi sekitar 5.200 PLTD yang saat ini masih beroperasi.
"PLN terus berkomitmen untuk melakukan transisi energi bersih di Tanah Air sebagai upaya menciptakan masa depan yang lebih baik. Selain itu, ini juga menjadi dukungan terhadap komitmen Indonesia sebagai tuan rumah KTT G20 untuk mewujudkan net zero emission pada 2060," kata Darmawan.
Baca Juga:Â Kembangkan EBT, Menteri ESDM Minta Pemda Dukung Pengembangan Energi Bersih
Saat ini PLN sedang membuka lelang pengerjaan mengganti PLTD menjadi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan baterai. PLN akan mengkonversi sampai dengan 250 megawatt (MW) PLTD yang tersebar di sejumlah lokasi di Indonesia.
Nantinya, PLTD ini akan diganti menggunakan PLTS baseload, yang artinya ada tambahan baterai agar pembangkit bisa nyala 24 jam. PLN mendorong para peserta bisa meningkatkan inovasi sehingga tercipta baterai yang efisien dan punya keandalan operasi.
"Jadi teknologi mana yang paling andal dan efisien yang paling bagus. Jadi itu yang menang. Ini membangun inovasi," kata Darmawan.
Dengan konversi ke PLTS dan baterai, maka kapasitas terpasang di tahap pertama ini bisa mencapai sekitar 350 MW. Sehingga bisa mendongkrak bauran energi terbarukan dan penambahan kapasitas terpasang pembangkit secara nasional.