JAKARTA - Tunjangan Hari Raya atau THR mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1950-an.
Adapun orang yang pertama memperkenalkan istilah THR adalah Perdana Menteri dari Masyumi, Soekiman Wirjosandjojo.
Diketahui, seorang adik kandung dari Satiman Wirjosandjojo, pendiri Jong Java yang lahir di Jawa Tengah, 1898. Sejak 27 April 1951 – 3 April 1952, Soekiman Wirjosandjojo menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia ke-6.
Di mana Kabinet yang dipimpinnya dikenal dengan nama Kabinet Sukiman-Suwirjo.
BACA JUGA:THR PNS 2022 Bisa Dibayarkan Setelah Lebaran, Ini Penjelasan Sri Mulyani
Salah satu program kerja kabinet ini adalah meningkatkan kesejahteraan terhadap para pegawai atau aparatur negara.
Kala itu, kebijakan yang dikeluarkan oleh Soekiman Wirjosandjojo selaku Perdana Menteri saat itu, menjelang hari raya para pamong praja (sekarang, PNS) harus diberi tunjangan.
Karena saat itu perekonomian dalam negeri Indonesia sedang dalam kondisi yang stabil, sehingga untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai, pemerintah memberikan tunjangan hari raya.
Untuk besarnya tunjangan hari raya oleh pemerintah kala itu besarannya antara Rp125 hingga Rp200.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah saat itu mendapat protes dari para buruh yang bekerja di perusahaan swasta.
Sehingga, mereka menuntut THR, seperti yang sudah diberikan pemerintah terhadap para pegawai negeri sipil atau PNS kala itu.
Para buruh di berbagai perusahaan swasta melakukan aksi mogok kerja, dan tuntutannya meminta pemerintah mengeluarkan kebijakan agar para tersebut mendapat THR dari perusahaan swasta tempat mereka bekerja pada 13 Februari 1952.
Akhirnya, Soekiman meminta supaya perusahaan bersedia mengeluarkan THR untuk para karyawannya.
Meskipun peraturan resmi mengenai THR tersebut baru keluar sekian tahun berikutnya, lama setelah rezim berganti.
Baca Selengkapnya: Ini Sejarah THR di Indonesia, Siapa Pencetusnya?
(Zuhirna Wulan Dilla)