JAKARTA - Pemerintah Malaysia mempertimbangkan pemotongan tarif pajak ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). Hal ini dilakukan untuk membantu kekurangan suplai minyak dan menumbuhkan pangsa pasar.
Dikutip dari Reuters, Rabu (11/5/2022), Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Zuraida Kamaruddin mengatakan, kementeriannya tengah mengajukan gagasan ini kepada Menteri Keuangan.
BACA JUGA:Pungutan Ekspor CPO Naik, NSS Pede Pendapatan Tumbuh 45%
Sebelumnya, Menteri Keuangan sudah membentu komite untuk membahas hal ini.
Zuraida mengatakan, Malaysia akan memotong pajak menjadi 4% hingga 6% dari tarif awal 8%.
Keputusannya akan disusun pada Juni mendatang.
Malaysia sendiri memang sedang meningkatkan pangsa pasar CPO, terutama sejak invasi Rusia ke Ukraina yang mengganggu pengiriman minyak bunga matahari serta larangan ekspor minyak sawit dari Indonesia.
"Dalam krisis ini mungkin kita bisa bersantai sedikit dan lebih banyak minyak sawit bisa diekspor," ungkapnya.
Dalam proposal yang diajukan, pihaknya juga meminta agar Menteri Keuangan mempercepat pemotongan pajak untuk produsen minyak sawit Malaysia terbesar, FGV Holdings.
Malaysia juga menunjukkan komitmen implementasi B30 untuk memprioritaskan pasokan ke industri pangan global dan domestik.
"Kita harus prioritaskan untuk memberi makanan kepada dunia terlebih dulu," ujarnya.
Zuraida mengatakan, negara-negara pengimpor minyak sawit Malaysia meminta agar negara tersebut memotong pajak ekspornya.
"Mereka merasa harga itu terlalu tinggi karena biaya rantai pasok juga tinggi, karena harga minyak," katanya.
BACA JUGA:Ekspor CPO Dilarang, KSP Klaim Harga Minyak Goreng Turun
Food and Agriculture Organization (FAO) telah memperingatkan bahwa harga makanan bisa naik hingga 20% imbas perang ini. Bahkan, risiko malnutrisi juga meningkat.
"Pembeli dari India, Iran dan Bangladesh mengusulkan untuk menukar hasil pertanian seperti beras, gandum, buah-buahan dan kentang untuk minyak sawit Malaysia," ungkapnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)