JAKARTA - Indeks dolar AS melemah pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB). Dolar melemah karena membaiknya data inflasi serta belanja konsumen meredakan kekhawatiran resesi.
Indeks dolar, yang mengukur mata uang safe-haven itu terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya, turun serendah 101,43, terlemah sejak 25 April. Pada basis mingguan, jatuh 1,24%, menyusul penurunan 1,45% dari pekan sebelumnya. Indeks dolar terakhir (pukul 19.10 GMT), turun 0,059% pada 101,66.
"Kami terus berpikir bahwa yang terbaik dari reli dolar yang lebih luas ada di belakang kami sekarang dan sementara dolar mungkin belum turun secara signifikan, kenaikan lebih lanjut tampaknya tidak mungkin," kata ahli strategi dari Scotiabank dalam catatan klien.
"The Fed sepenuhnya diperhitungkan dan ekspektasi untuk kenaikan suku bunga di akhir tahun mungkin akan direvisi jika ekonomi melambat lebih cepat dari yang diharapkan," kata mereka.
Greenback mencapai puncak hampir dua dekade di atas 105 awal bulan ini tetapi telah menurun seiring dengan prospek besarnya kemungkinan kenaikan suku bunga Fed tahun ini, yang sebagian telah didorong oleh kekhawatiran atas inflasi yang tidak terkendali.
"Dolar melemah karena pandangan The Fed menghentikan kenaikan suku bunga pada musim gugur mendapatkan daya tarik," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Western Union Business Solutions.
Risalah dari pertemuan Fed Mei minggu ini menunjukkan sebagian besar peserta percaya kenaikan 50 basis poin akan sesuai pada pertemuan kebijakan Juni dan Juli, tetapi banyak yang berpikir besar, kenaikan awal akan memungkinkan ruang untuk jeda di akhir tahun guna menilai apakah kebijakan yang lebih ketat membantu menjinakkan inflasi.
Meskipun inflasi terus meningkat pada April, namun naik lebih rendah dari beberapa bulan terakhir, data menunjukkan pada Jumat (27/5/2022). Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) naik 0,2%, kenaikan terkecil sejak November 2020, setelah melonjak 0,9% pada Maret. Selama 12 bulan hingga April, indeks harga PCE naik 6,3% setelah melonjak 6,6% pada Maret.