Pemerintah bersama DPR juga menerbitkan UU No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang di dalamnya termasuk mengatur mengenai kebijakan Pajak Karbon.
Namun demikian, perekonomian nasional tengah menghadapi risiko global yang membayangi pemulihan.
“Saat ini, fokus utama Pemerintah adalah menjaga perekonomian nasional dari rambatan risiko global yang salah satunya adalah peningkatan harga komoditas energi dan pangan global seiring terjadinya perang di Ukraina yang menyebabkan peningkatan inflasi domestik,” jelas Febrio.
Dengan perkembangan tersebut, Pemerintah memprioritaskan fungsi APBN untuk memastikan ketersediaan dan stabilisasi harga energi dan pangan di dalam negeri, termasuk memberikan subsidi dan berbagai bentuk perlindungan sosial untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan dari dampak kenaikan harga.
APBN sebagai peredam guncangan (shock absorber) menjadi instrumen sentral dalam menjaga dan melindungi perekonomian dan rakyat dari dampak kenaikan harga pangan dan energi global.
Pemerintah tetap berupaya mematangkan peraturan pendukung pemberlakuan Pajak Karbon.
Hal ini dilakukan bersama dengan seluruh K/L terkait termasuk Kemenkeu. Proses penyempurnaan peraturan pendukung tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh aspek terkait, termasuk pengembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi. Proses pematangan skema pasar karbon termasuk peraturan teknisnya, yang sistemnya akan didukung oleh Pajak Karbon, masih membutuhkan waktu.
Pemerintah pun tetap menjadikan penerapan Pajak Karbon pada tahun 2022 sebagai capaian strategis (deliverables) yang menjadi contoh dalam pertemuan tingkat tinggi G20.
“Termasuk bagian dari deliverables ini, Pemerintah juga mendorong aksi-aksi mitigasi perubahan iklim lainnya, di antaranya melalui mekanisme transisi energi (Energy Transition Mechanism/ETM) yang di satu sisi memensiunkan dini PLTU Batubara (phasing down coal) dan di sisi lain mengakselerasi pembangunan energi baru dan terbarukan (EBT) dengan tetap mempertimbangkan dampak sosial dan ekonominya,” tutup Febrio.
(Zuhirna Wulan Dilla)