Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Resesi AS Disebut Tak Nyata, Kenapa?

Michelle Natalia , Jurnalis-Kamis, 21 Juli 2022 |09:40 WIB
Resesi AS Disebut Tak Nyata, Kenapa?
Ilustrasi resesi. (Foto: Freepik)
A
A
A

JAKARTA - Potensi resesi ekonomi Amerika Serikat (AS) menjadi topik hangat yang sering dibicarakan mengingat tingginya inflasi AS dalam 4 dekade terakhir.

Berdasarkan catatan Okezone, Kepala ekonom Jefferies Aneta Markowska, mengatakan bahwa ramalan resesi AS tidak akan terjadi dalam laporan riset terbarunya.

Meski pesimisme akan ekonomi AS meluas di kalangan bankir, pengusaha, bahkan konsumen, Markowska menyebutkan bahwa resesi ini hanya berada di ranah imajinasi belaka.

 BACA JUGA:Sri Mulyani Waspadai Ancaman Resesi Imbas Tekanan Global

"(Resesinya) tidak nyata. Rumah tangga dan bisnis saat ini masih memiliki banyak uang, hal ini membuat harga dan tingkat permintaan tidak elastis dalam jangka pendek," ujar Markowska, dikutip Kamis(21/7/2022).

Tidak hanya itu, untuk bisa disebut sebagai resesi, indikator pengangguran juga menjadi faktor yang diperhitungkan.

Markowska menyebutkan bahwa jutaan lowongan pekerjaan masih tersedia di AS dan tidak akan ada PHK besar-besaran dengan margin yang masih diperoleh perusahaan.

"Saya prediksi bahwa tingkat pengangguran nasional bahkan akan terus menurun, terendah di sekitar 3,2%, jauh dari masa krisis 'Great Recession' di akhir 2007 hingga 2009 yang mencapai lebih dari 10%. Di Juni 2022, tingkat pengangguran AS tetap stabil di 3,6%," ucap Markowska.

Dia menyebut ramalan resesi AS secara luas memang diakibatkan karena PDB yang negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Hanya saja, Biro Ekonomi Nasional AS menyebutkan bahwa masih ada indikator lain mulai dari pendapatan riil hingga produksi industri.

"Jika dilihat sektor pendapatan rumah tangga dan tingkat pekerjaan, semua masih dalam kondisi yang baik. Ramalan resesi AS 2022 nampaknya 'palsu'," ungkap Markowska.

Meskipun resesi tidak akan terjadi, dia tidak menepis bahwa penurunan ekonomi tidak dapat dihindari.

"Saya memperkirakan PDB AS di 2022 dan 2023 masing-masing di 2,2% dan 0%, dan resesi mungkin akan dimulai di semester kedua tahun depan dan akan berlangsung setidaknya selama lima kuartal. Risiko ekonomi masih condong ke tingkat lebih tinggi," terang Markowska.

Dia pun menyebutkan bahwa The Fed kemungkinan akan memberatkan siklus pengetatan saat ini, dengan meningkatkan suku bunga acuan hingga 4,25% di Maret 2023.

"Tingkat suku bunga saat ini bisa mempercepat momentum penurunan dalam pertumbuhan ekonomi," pungkas Markowska.

Bulan lalu, The Fed melakukan kenaikan suku bunga terbesar sejak 1994, dan bank sentral memperkirakan suku bunga inti akan berada dalam kisaran 3,25% dan 3,5% pada akhir tahun.

(Zuhirna Wulan Dilla)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement