Pada 2021, kenaikan harga jagung untuk pakan ternak sendiri sudah tembus 28,1 % dibandingkan tahun 2020.
Karena telur ayam merupakan sumber protein utama di Indonesia, harga yang tinggi tentu akan mempengaruhi konsumsi protein, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pembebasan impor jagung memungkinkan produksi komoditas yang lebih efisien.
Lebih lanjut Azizah mengatakan, Indonesia yang kurang memiliki keunggulan komparatif dalam produksi jagung, dapat mengimpor dengan harga lebih rendah.
Diyakini hal itu akan menurunkan biaya produksi ayam sehingga menguntungkan tidak hanya pihak produsen ayam tetapi juga konsumen, terutama yang berpenghasilan rendah, dengan akses kepada ayam dan telur yang lebih murah.
Selain itu, menghapuskan proteksi perdagangan untuk jagung juga memungkinkan Indonesia memodernisasi industri ayam, menjadikannya lebih efisien dan mungkin mengembangkan keunggulan komparatifnya di masa depan.
"Jika kenaikan harga jagung tidak dapat teratasi segera, pemerintah dan masyarakat perlu waspada dengan kemungkinan terus meningkatnya harga telur dan komoditas seperti daging ayam dan daging sapi ke depannya," tegas Azizah.
Kemudian, dia bilang, adopsi benih jagung hibrida juga diharapkan mampu menjadi salah satu solusi peningkatan produktivitas jagung nasional.
Statistik menunjukkan, produktivitas jagung menunjukkan tren yang meningkat dengan capaian 5,5 ton pipilan kering per hektar pada tahun yang sama.
Ketimpangan produktivitas jagung antar wilayah Jawa dan luar Jawa juga merupakan isu yang penting untuk diselesaikan dalam upaya meningkatkan produktivitas nasional. Produktivitas jagung di luar Jawa lebih rendah 13 persen dibanding di Jawa.
"Oleh karena itu, peningkatan produktivitas lahan dan petani di luar Jawa, terutama di wilayah dengan produktivitas relatif rendah, harus menjadi fokus perhatian pemerintah,” tandasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)