JAKARTA - PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex mencatatkan penjualan sebesar USD348,8 juta atau setara Rp5,16 triliun di semester I-2022. (Kurs:14.814).
Dikutip Harian Neraca, hasil ini tercatat turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar USD526,2 juta.
Untuk emmiten tekstil ini menyebutkan, penjualan dikontribusikan dari pemintalan sebanyak USD208 juta, pertenunan USD59,9 juta, finishing kain USD54,6 juta, dan konveksi sebesar USD26,1 juta.
Turunnya penjualan perseroan juga turut menurunkan beban pokok penjualan 52% menjadi USD355,9 juta, dari USD742,3 juta. Besar beban pokok penjualan tersebut membuat SRIL mencatatkan rugi bruto sebesar USD70 juta di semester I-2022.
BACA JUGA:Kas Terbatas, Sritex Pertahankan Bisnis dengan Utilisasi Pabrik Hanya 75%
Adapun untuk rugi bruto ini lebih kecil bila dibandingkan semester I/2021 yang sebesar USD198,1 juta. Rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk SRIL juga tercatat turun menjadi USD60,2 juta atau sebesar Rp891,9 miliar, dari USD886,1 juta di semester I-2021.
Adapun hingga akhir Juni 2022, SRIL mencatatkan jumlah aset sebesar USD1,13 miliar, naik dari akhir Desember 2021 sebesar USD1,2 miliar.
Sedangkan, jumlah liabilitas perseroan turun menjadi USD1,59 miliar di 30 Juni 2022, dari USD1,63 miliar di 31 Desember 2021.
Sementara itu, jumlah ekuitas yang mengalami defisit modal naik menjadi minus USD459,9 juta di enam bulan pertama 2022, dari minus USD398,8 juta di akhir 2021. Asal tahu saja, setelah restrukturisasi, jatuh tempo utang Sritex terbagi menjadi tiga bagian, yaitu jangka waktu 5 tahun, 9 tahun, dan 12 tahun.
Besaran utang dengan jangka waktu 5 tahun adalah sebesar USD417 juta, 9 tahun USD512 juta, dan 12 tahun USD 490 juta.
Sekretaris Perusahaan Sritex Welly Salam menjelaskan rata-rata utangnya jadi mayoritas jangka panjang.
Di mana hal ini akan meningkatkan rasio likuiditas perusahaan sehingga dapat fokus jangka pendek untuk meningkatkan kinerja. Ke depannya, Sritex akan melakukan pencadangan serta menyiapkan dana dari kas internal untuk membayar berbagai kewajiban sesuai skema restrukturisasi.
Sebagian besar aksi korporasi dalam rangka mencari pendanaan juga sudah diatur dalam homologasi yang disetujui kreditur.
Kini, Sritex masih menunggu salinan putusan dari Mahkamah Agung (MA) terkait adanya permohonan kasasi atas homologasi PKPU supaya putusan homologasi efektif.
Setelah efektif, skema homologasi dapat dilaksanakan sehingga kreditur bisa kembali meningkatkan kolektibilitasnya.
"Kreditur bisa memberikan tambahan dan fasilitas-fasilitas yang bisa kami gunakan untuk mendukung bisnis dan operasi perusahaan," jelasnya.
Sebagai informasi, saat ini rata-rata utilisasi produksi Sritex masih berkisar antara 70%-75%. Permintaan juga belum kembali ke level normal sebagaimana kondisi sebelum pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, perseroan melihat tahun ini masih banyak tantangan yang ada di luar perkiraan perusahaan dan akhirnya perseroan tidak memasang target yang muluk.
(Zuhirna Wulan Dilla)