JAKARTA - Perdana Menteri Inggris Liz Truss mengundurkan diri. Padahal diirnya baru menjadi Perdana Menteri dalam enam pekan setelah diangkat.
Kejatuhannya itu diakibatkan oleh program ekonomi yang menimbulkan gelombang kejutan di pasar keuangan bulan lalu dan memecah belah Partai Konservatif pimpinannya.
Baca Juga: Pengganti Liz Truss sebagai PM Inggis Akan Ditentukan Pekan Depan
Berbicara di luar pintu kantor dan kediaman resminyanya di Downing Street Nomor 10, Truss mengakui tidak dapat memenuhi janji yang dibuat sewaktu mencalonkan diri sebagai pemimpin Partai Konservatif, karena telah kehilangan kepercayaan dari partainya.
“Saya mengakui, mengingat situasinya, saya tidak dapat memenuhi mandate yang memubat saya dipilih oleh Partai Konservatif. Karena itu saya telah berbicara dengan Yang Mulia Raja untuk memberitahunya bahwa saya mengundurkan diri sebagai ketua Partai Konservatif,” katanya, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (20/10/2022).
Baca Juga: Liz Truss Mundur sebagai PM Inggris Usai 45 Hari Menjabat
Sebelumnya, para petinggi Partai Konservatif telah berkumpul di Downing Street sementara semakin banyak anggota parlemen dari partai itu yang memintanya untuk mengundurkan diri.
Diangkat pada 6 September, Truss terpaksa memecat menteri keuangan yang juga sekutu politik terdekatnya, Kwasi Kwarteng, dan meninggalkan hampir semua program ekonominya setelah rencana mereka untuk melakukan pemotongan pajak besar-besaran membuat jatuh nilai poundsterling dan obligasi Inggris. Tingkat dukungan terhadap kinerjanya dan Partai Konservatif ambruk.
PM Inggris Truss Meminta Maaf atas Kesalahan dalam Program Ekonominya. DI a kehilangan dua menteri dari empat menteri paling seniornya, menghadapi tertawaan ketika berupaya membela catatan kerjanya di parlemen dan menghadapi para anggota parlemen dari partainya secara terbuka bertengkar mengenai kebijakannya, sehingga memperdalam situasi kacau di Westminster.
Menteri keuangan yang baru Jeremy Hunt kini berupaya keras untuk mendapatkan puluhan miliar poundsterling dari pemotongan anggaran dalam upaya menenangkan investor dan membangun kembali reputasi fiskal Inggris, sementara ekonomi negara itu mengarah ke resesi dengan tingkat inflasi tertinggi dalam 40 tahun ini.
(Feby Novalius)