JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil menyebut Indonesia bisa saja menjadi pasien IMF. Namun, hal tersebut tidak langsung begitu saja. Terlebih lagi saat ini ekonomi Indonesia masih tumbuh 5,72% pada kuartal III-2022.
Untuk itu, Bahlil mengingatkan semua pihak harus turut menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang baik untuk menghadapi tahun yang kelam pada 2023. Pada 2023 ancaman resesi global menghantui seluruh negara.
"Kita ke depan akan masuk tahun politik, kalau tidak mampu kita kelola dengan baik, bukan berarti tidak mungkin kita akan jadi salah satu yang antre jadi pasien (IMF)," kata Bahlil dalam konferensi pers Investasi Terus Tumbuh Topang Pertumbuhan Ekonomi yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (10/11/2022).
"Kalau pribadi, saya berpikir cukup pengalaman kelam tahun 98 ekonomi kita lumpuh, butuh waktu lama untuk bangkit. Sekarang momentum kita pertahankan itu," sambungnya.
Menurut Bahlil, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,72% pada kuartal III 2022 merupakan yang terbaik, khususnya di antara negara-negara G20.
Selain pertumbuhan ekonomi yang tumbuh tinggi, inflasi juga mampu terjaga di bawah 6%, sebesar 5,71% (yoy) pada Oktober 2022.
Bahlil bahkan mengatakan, atas capaian Indonesia itu, banyak negara yang mencoba untuk melakukan crosscheck langsung.
Hal itu lantaran Indonesia dinilai bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengendalikan inflasi di tengah harga minyak dunia yang belum terlalu membaik dan kenaikan suku bunga bank sentral AS.
"Dibanding negara lain, saya tidak bermaksud katakan kita lebih baik, tapi inflasi kita kedua terbaik setelah Tiongkok. Kalau pertumbuhan ekonomi, aku yakin kita terbaik dibandingkan dengan negara-negara G20," katanya.
Kendati demikian, Bahlil meminta semua pihak tidak boleh terbuai. Pasalnya, capaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu berdasarkan capaian di periode yang sama di 2021 di mana kala itu pertumbuhan ekonomi terkontraksi 3,49%.
Dia juga mengingatkan bahwa ekonomi Indonesia maupun global tahun depan masih berada dalam ketidakpastian. Ekonomi global akan melambat karena banyak negara yang masuk kondisi resesi. Begitu pula banyak negara yang tengah antre untuk bisa mendapatkan bantuan IMF.
Oleh karena itu Bahlil pun menegaskan perlu adanya kestabilan di berbagai sisi, mulai dari keamanan, politik hingga kebijakan yang berkelanjutan.
"Jadi jangan kita euforia seolah-olah sudah tidak ada tantangan. 2023, saya berani taruhan, bahwa ekonomi kita, ekonomi global, tidak akan sebaik 2022, kalau tidak mampu kita pastikan stabilitas. Ekonomi kita di 2023 akan baik kalau ada jaminan stabilitas, stabilpolitik, stabilitas keamanan maupun stabilitas kebijakan yang kontinu. Jadi jangan sampai kita terbuai," kata Bahlil.
(Dani Jumadil Akhir)