Kerangka berpikir ini yang membuat Erick mengambil langkah merger atau bahkan membubarkan.
"Memang ini ada aturan dari kementerian lain selama ini kalau join sama perusahaan lain harus membuat shell company, ini sebenarnya tidak perlu, dan itu akhirnya ngapain terlalu banyak shall company yang sebenarnya bisnisnya sama, nah itu seharusnya bisa di merger kan," kata dia.
Faktor lain adalah perusahaan yang sudah tidak beroperasi, namun masih belum dibubarkan alias BUMN 'zombie'.
Erick mencatat ada beberapa anak dan cucu BUMN yang sudah tidak beroperasi sejak 2008 dan telah dibubarkan pemegang saham.
Perusahaan tersebut adalah PT Kertas Kraft Aceh (Persero), PT Industri Gelas (Persero), dan PT Kertas Leces (Persero), PT Merpati Nusantara Airlines (Persero). Namun, perusahaan ini
"Kedua, memang sudah tidak beroperasi, tidak beroperasi bukan karena apa-apa, sejak 2008 sudah tidak beroperasi, itu kenapa RUU BUMN kita dorong, tidak lain supaya bisa merger atau menutup dengan cepat," ucap dia.
Lalu, faktor kalah bersaing. Erick memastikan anak dan cucu BUMN yang kalah bersaing akan dibubarkan lantaran hanya mencatat kerugian secara terus menerus.
"Kenapa juga kura tutup karena secara suka tidak suka sudah tidak kalah bersaing, bukan tidak beroperasi, tapi kalah bersaing, kan rugi rugi terus," tutur dia.
Saat ini Kementerian BUMN sudah melikuidasi 173 anak dan cucu BUMN dan ditargetkan bisa mencapai 600 perusahaan.
Dia membenarkan kalau anak cucu BUMN banyak, namun tidak memberikan kontribusi yang berarti.
"Nantinya jumlah dan anak cucu itu akan berkurang dengan sendirinya, jumlahnya sekarang banyak sekali, harus dikurangi, karena kenapa kriteria jumlah anak dan cucu yang menang hari ini," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)