Dia mengatakan bahwa subsidi tepat guna yang dimaksud yakni pemberian subsidi bagi kalah bawah.
Nantinya pihaknya akan menggunakan data dari Kementerian Dalam Negeri untuk mengetahui siapa saja yang berhak untuk mendapatkan subsidi tersebut.
Sedangkan bagi mereka yang dianggap mampu secara finansial akan tetap membayar sesuai dengan tarif yang seharusnya dibayarkan.
"Itu subsidi tepat guna. Tidak jadi naik, tapi kita makai data yang ada di Kemendagri. Jadi yang 'kaya' ya bayar sesuai dengan harga aslinya. Dan yang kurang mampu itu yang dapat subsidi," katanya kepada wartawan di Gedung Kementerian Perhubungan.
Menanggapi adanya rencana pembedaan tarif tersebut, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno, menilai bawah kebijakan tersebut sudah direncanakan sejak 2018.
Hal itu merupakan salah satu opsi dari tidak menaikannya tarif angkutan KRL.
Dia juga menilai bahwa kebijakan subsidi tepat guna tersebut merupakan kebijakan yang tepat dilakukan pemerintah untuk mendukung transportasi merata dengan mengalihkan subsidi tersebut ke angkutan pendukung lainnya maupun ke daerah-daerah belum terjangkau angkutan umum.
Djoko juga menyarankan untuk tidak ada pemberian subsidi untuk hari Sabtu dan Minggu atau diperkecil terhadap pemberian subsidinya. Sehingga subsidi tersebut dapat dialihkan ke lainnya.
"Nantinya uang tersebut akan dialihkan untuk subsidi angkutan angkutan last mile. Karena ongkos mereka itu dari rumah mereka yang tidak ada angkutan umum ke stasiun itu masih mahal. Dan itu diberikan subsidi sehingga mereka tidak perlu membawa kendaraan lagi ke stasiun," katanya.
Adapun terkait dengan penerapannya, Djoko mengungkapkan bahwa cara membedakan ialah dengan menggunakan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang sudah ada maupun hanya dengan E-KTP.