JAKARTA – Siapa yang pertama kali membangun Pasar Senen menarik untuk dibahas. Pasalnya diketahui bahwa Kompleks Pasar Senen di Jakarta Pusat telah 287 tahun lamanya menjadi simpul penggerak ekonomi utama wilayah Ibu Kota.
Hal itu karena letaknya yang strategis yaitu berada di pusat kota membuat Pasar Senen termasuk dalam jantung ekonomi Ibu Kota.
Pasar Senen juga sangat dekat dengan Istana Negara dan Istana Kepresidenan membuatnya menjadi ikon Jakarta. Dulunya pasar Senen didominasi oleh para pedagang Tionghoa yang hanya berdagang pada hari Senin.
Maka muncul sebutan pasar ”snees” yang merupakan julukan orang Belanda terhadap warga Tionghoa. Namun pada akhirnya pasar ini lebih populer dikenal sebagai Pasar Senen karena aktivitas pasar hanya ramai setiap hari Senin.
Baca Juga: H-5 Jelang Libur Natal, Penumpang Stasiun Pasar Senen Tak Terlalu Ramai
Pada masa itu, Pasar Senen memiliki banyak permasalahan. Mulai dari permasalahan lalu lintas hingga tempat parkir kendaraan yang berantakan karena ruang yang terbatas. Pasar sayur juga tidak teratur, selalu becek, dan banyak sampah. Los dan kios pun tidak memenuhi syarat kesehatan sama sekali.
Dengan begitu dibangun lah proyek Senen dengan tujuan menghilangkan satu daerah di pusat kota yang tidak memenuhi syarat, serta membangun sebuah pusat perdagangan yang sesuai dengan kebesaran bangsa Indonesia.
Lantas siapa pendiri Pasar Senen? Berikut ulasannya, dirangkum Okezone, Kamis (29/12/2022):
Semua bermula pada 1735 di mana seorang tuan tanah kaya asal Belanda, Yustinus Vinck, membangun sepasang pasar “kembar” di Batavia, yakni Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang.
Menurut buku Rentjana Dasar Pembangunan Proyek Senen, Pasar Senen dijadikan penanda modernisasi kota yang digagas Gubernur DKI Mayjen TNI Soemarno Sosroatmodjo.
Kala itu, gubernur mengajak pihak swasta untuk bersama-sama membangun Ibu Kota.
Kawasan Senen yang memang sudah berkembang menjadi pusat perekonomian pun menjadi sasaran, karena saat itu kawasan Pasar Senen dinilai kumuh dan tidak layak.
Mendiang Ciputra yang pada masa itu masih terbilang baru di bidang properti nampaknya tertarik dengan proyek tersebut. Dia datang dari Bandung dan memberanikan diri bertemu dengan gubernur di Balai Kota. Akhirnya Ciputra bisa mendapatkan proyek tersebut.
Sayangnya Ciputra hanya mampu memindahkan pedagang, mendata penghuni, dan memindahkan warga yang bermukim di sana.