"Ini sebagai bentuk kepedulian pemerintah dalam melakukan penataan terhadap pembangunan produk yang berorientasi pada green energy dan green industry," jelasnya.
Menurutnya, kini pemerintah tengah mengatur formulasi mengenai kemudahan apa paling pantas dan kompetitif bagi invenstor agar dapat mendukung ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia.
"Jadi ke depan yang kita bangun adalah ekositem pembangunan EV (electronic vehichle) dan motor itu rata-rata penciptaan lapangan pekerjaan karena hari ini kita tahu beberapa negara lain seperti Thailand banyak sekali memberikan 'sweetener' yang merangsang untuk industrinya dibangun dalam negara mereka. Indonesia tidak boleh kalah," lanjutnya.
Dia menyebut kalau Indonesia ini memiliki pasar yang besar.
"Jangan sampai pasar kita dilakukan penetrasinya dengan produk-produk dari luar negeri. Kita harus jaga dan kita juga mampu melakukan penetrasi pasar ekspor," bebernya.
Sebagai informasi, pemerintah telah menetapkan peta jalan (roadmap) pengembangan industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi Teknis, Roadmap EV dan Perhitungan Tingkat Kandungan Lokal Dalam Negeri (TKDN).
Pemerintah menargetkan produksi BEV pada tahun 2030 dapat mencapai 600 ribu unit untuk roda 4 atau lebih, serta 2,45 juta unit untuk roda 2 sedangkan untuk pembelian kendaraan listrik untuk roda 4 akan mencapai 132.983 unit dan untuk kendaraan listrik roda 2 akan mencapai 398.530 unit.
Selain itu, dalam rangka mendorong industrialisasi BEV, pemerintah memberikan berbagai insentif fiskal dan non-fiskal bagi konsumen BEV, seperti pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) sebesar 0% (PP No 74/2021), pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor (BBN-KB) sebesar 0% untuk KBLBB di Pemprov DKI Jakarta (Pergub No 3/2020).
(Zuhirna Wulan Dilla)