"Sepekan biasanya dua kali cuci darah. Sekali cuci darah, minimal butuh biaya Rp820 ribu. Kalau RS Tipe A, BPJS Kesehatan bayarnya Rp1,2 juta lebih, ini luar biasa dan umumnya bisa terbantu," katanya.
Ia mengatakan keuangan BPJS Kesehatan yang bersumber dari pendanaan gotong royong peserta, hingga 2022 telah meningkat Rp144 triliun dari rata-rata per tahun Rp40,7 triliun pada periode sebelumnya.
"Jadi memang sangat besar (keuangan BPJS Kesehatan, red.) kalau dibandingkan kementerian lain, ini bisa melebihi dan jadi persoalan tersendiri, karena ini dana milik peserta," katanya.
Peningkatan dana tersebut, kata Ghufron, juga diiringi dengan pertambahan kepesertaan yang saat ini sudah hampir 250 juta atau hampir 90 persen lebih dari populasi Indonesia.
Jumlah pemanfaat layanan juga terus menerus meningkat. Pada 2014 hanya 92,3 juta pengguna, pada 2021 meningkat 392 juta pengguna, dan 2022 meningkat 502 juta lebih pengguna layanan BPJS Kesehatan.
"Ini setara dengan sehari lebih dari satu juta pemanfaatan layanan BPJS Kesehatan," katanya.
Dalam acara yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasanugraha mengatakan layanan BPJS Kesehatan saat ini relatif lebih terjangkau untuk diakses masyarakat.
"Saya ingat dulu, bagaimana orang dulunya sangat susah atau sangat takut ke rumah sakit, karena siapa pun dia, mau miskin atau setengah kaya, cenderung akan jatuh miskin karena harus menjalani perawatan," katanya.
Menurutnya, semangat gotong royong dari peserta BPJS Kesehatan untuk mendanai perawatan berhasil mendobrak peningkatan permintaan masyarakat terhadap layanan kesehatan.
Menurut dia, peningkatan permintaan perlu didukung dengan pasokan layanan yang optimal, yang sejalan dengan Program Transformasi Kesehatan.
Salah satunya pada pilar transformasi layanan rujukan dengan memperkuat layanan kesehatan pada proses skrining penyakit.
"Empat hal yang akan kami berikan dukungan utama, yakni kanker, ginjal, jantung, dan stroke," katanya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)