JAKARTA - Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan tradisi yang hanya ada di Indonesia. Bermula diberikan ke Pegawai Negeri Sipil (PNS), kini semua pekerja dapat menerima THR sesuai dengan aturan dalam Undang-Undang.
Tak hanya muncul begitu saja, istilah THR di Indonesia ternyata berawal sejak tahun 1950. Mengutip situs Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), kebijakan pemberian THR saat itu diawali oleh era kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi yang dilantik Presiden Soekarno pada April 1951.
Singkatnya, kala itu, Seokiman menjadikan THR ini sebagai salah satu program kerja yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan Pamong Pradja atau yang kini kita sebut sebagai PNS dan biasa dilakukan menjelang berakhirnya bulan Ramadan.
Berikut sejarah tradisi pemberian THR dari masa ke masa:
Tahun 1951
Perdana Menteri Soekiman memberikan tunjangan kepada Pamong Pradja (sekarang PNS) berupa uang persekot (pinjaman awal) dengan tujuan agar dapat mendorong kesejahteraan lebih cepat. Uang persekot akan dikembalikan ke negara dalam bentuk pemotongan gaji pada bulan berikutnya.
Tahun 1952
Pada 13 Februari 1952, kaum pekerja/buruh protes karena THR yang hanya diberikan kepada para Pamong Pradja (PNS). Kaum pekerja/buruh protes dan menuntut pemerintah untuk memberikan tunjangan yang sama seperti pekerja Pamong Pradja (PNS).
Tahun 1954
Perjuangan tersebut berbuah hasil, Menteri Perburuhan Indonesia mengeluarkan surat edaran tentang Hadiah Lebaran. Hal ini bertujuan menghimbau setiap perusahaan untuk memberikan "Hadiah Lebaran" untuk para pekerjanya sebesar seperdua-belas dari upah.
Tahun 1961
Surat edaran yang semula bersifat himbauan itu kemudian berubah menjadi peraturan menteri. Peraturan ini mewajibkan perusahaan untuk memberikan "Hadiah Lebaran" kepada pekerja yang minimal telah 3 bulan bekerja.
Tahun 1994
Selanjutnya, Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan peraturan menteri. Peraturan ini mengubah istilah "Hadiah Lebaran" menjadi "Tunjangan Hari Raya" atau THR yang kita kenal sampai sekarang.
Tahun 2016
Aturan pemberian THR direvisi melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016. Kini aturan pemberian THR diberikan kepada pekerja dengan minimal 1 bulan kerja yang dihitung secara proporsional.
Nah, saat ini aturan pemberian THR merujuk pada Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa THR Keagamaan adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan
Melansir dari laman resmi Kemnaker, THR Keagamaan dibayarkan sesuai hari raya keagamaan pekerja/buruh, kecuali ditentukan lain dalam aturan perusahaan. THR Keagamaan wajib diberikan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.