JAKARTA - Amerika Serikat (AS) mempunyai total utang mencapai USD31,45 triliun atau setara Rp462 ribu triliun (kurs Rp14.700 per USD) per 31 Maret 2023. Dengan utang sebanyak ini, AS bisa bayar?
Menurut, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyatakan Amerika Serikat (AS) pada praktiknya belum pernah gagal bayar utang.
“Cukup sering fenomena terkait dengan batas utang Amerika yang kemudian memicu risiko gagal bayar, walaupun dalam praktiknya belum pernah Amerika sampai gagal bayar karena walaupun mungkin terjadi pro dan kontra, toh di ujung akhirnya biasanya secara politik kenaikan plafon utang disepakati (antara pemerintah AS dengan dan DPR AS),” kata dia dalam acara Market Review.
Berikut yang dirangkum Okezone, Sabtu (6/5/2023) tentang AS terancam bayar utang.
1. AS punya total utang Rp462 triliun
Amerika Serikat (AS) mempunyai total utang mencapai USD31,45 triliun atau setara Rp462 ribu triliun (kurs Rp14.700 per USD) per 31 Maret 2023.
“Cukup sering fenomena terkait dengan batas utang Amerika yang kemudian memicu risiko gagal bayar, walaupun dalam praktiknya belum pernah Amerika sampai gagal bayar karena walaupun mungkin terjadi pro dan kontra, toh di ujung akhirnya biasanya secara politik kenaikan plafon utang disepakati (antara pemerintah AS dengan dan DPR AS),” kata dia dalam acara Market Review yang diadakan IDX Channel .
2. Bisa dapat dampak serius jika DPR AS tolak plafon utang
Jika permintaan pemerintah AS untuk menaikkan plafon utang ditolak oleh DPR AS, lanjutnya, maka akan ada dampak serius terhadap aktivitas ekonomi negara tersebut yang berujung pada keadaan resesi ekonomi. Keadaan itu juga pasti memberikan efek terhadap perekonomian Indonesia mengingat AS merupakan salah satu mitra dagang terbesar.
“Sepertinya belum ada deal dari pemerintah AS dengan DPR terkait apa yang harus dilakukan. Yang satu minta plafonnya dinaikkan, batasannya dinaikkan tanpa mengurangi berbagai macam penyesuaian untuk pengetatan anggaran, tapi yang satunya mungkin menerima untuk dinaikkan, tapi kemudian minta cukup besar sekali pemotongan anggaran untuk efisiensi,” ungkapnya.
3. Penyebab utang AS sebab pembiayaan tinggi untuk penanganan pandemi COVID-19
Salah satu penyebab pembengkakan utang AS adalah besaran pembiayaan yang tinggi dikeluarkan untuk penanganan pandemi COVID-19, lalu berimbas terhadap perekonomian Negeri Paman Sam, dan mendorong para pemangku kepentingan negara tersebut menyepakati untuk menaikkan plafon utang pada tahun 2021.
Memasuki tahun 2023, keadaan serupa terjadi kembali di AS kendati Produk Domestik Bruto (PDB) negara itu sudah mencapai 121% yang artinya masih mampu mengimbangi utang AS.
“Namun, tentu saja karena ini sudah melampaui dari threshold yang sudah ditetapkan oleh pemerintah mereka, sehingga yang harus dilakukan adalah upaya antara untuk menurunkan atau menaikkan. Kalau menaikkan kembali, tentu saja secara politik mungkin, tapi mungkin juga akan menimbulkan persepsi di dalam konteks global terhadap surat utang AS sendiri karena ratingnya juga turun,” ucap Eko.
4. Disebut bisa berdampak imbal hasil obligasi Indonesia
Kegagalan bayar utang Amerika Serikat disebut bakal berdampak pada imbal hasil obligasi Indonesia dengan tenor 10 tahun.
Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto menyebut imbal hasil obligasi Indonesia dengan tenor 10 tahun bisa berada di angka 6,5% .
Menurutnya apabila pemerintah Amerika gagal bayar kepada pemegang surat utang negaranya, maka investor akan cenderung melarikan utangnya ke negara-negara yang mempunyai kondisi ekonomi lebih stabil.
"Dampaknya bisa ke pasar kita, untuk obligasi tenor 10 tahun itu sekitarnya 6,5% bunganya atau yieldnya, itu bisa masuk ke negara berkembang termasuk Indonesia," ujar Eko dalam Market Review.
5. AS belum punya sejarah gagal bayar utang
Namun demikian menurut Eko, belum pernah sejarahnya Amerika Serikat sampai gagal bayar utang.
Sebab Negara Paman Sam itu cenderung melakukan konsolidasi antara Pemerintah Pusat dan Senat untuk menaikan plafon pinjaman.
"Katakanlah itu terjadi (gagal bayar) maka rating surat utang Amerika makin turun dan peminatnya semakin turun, dan dari situ mereka akan mencari negara yang bisa menawarkan return lebih baik dan rating lebih baik," sambungnya.
6. AS sudah capai batas peminjaman
Lebih lanjut, Eko menjelaskan Amerika Serikat sendiri telah mencapai batas pinjaman sebesar USD31,4 triliun pada bulan Januari 2023.
Tingginya utang tersebut justru dikhawatirkan pada perekonomian global, karena hingga saat ini Amerika sendiri masih menjadi kiblat perekonomian dunia.
"Meskipun Amerika biasanya mereka lebih berkompromi dengan menaikan batas utang, sehingga tidak akan jadi gagal bayar, dan itu belum pernah dalam sejarahnya Amerika. Sepertinya tapi secara politik tidak akan gagal bayar," pungkasnya.
7. Paling cepat bisa bayar utang 1 Juni
Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen menyampaikan ke Kongres bahwa AS diproyeksikan akan mencapai batas utangnya paling cepat 1 Juni 2023, jika anggota Kongres tidak menaikkan atau menangguhkan batas utang sebelum itu.
Dilansir VOA di Jakarta, Rabu (3/5/2023), dalam sepucuk surat kepada para pemimpin DPR dan Senat, Yellen mendesak Kongres untuk melindungi kepercayaan penuh dan kredit Amerika dengan bertindak secepat mungkin guna mengatasi batas kewenangan peminjamannya secara hukum sebesar USD31,4 triliun.
8. Depkeu AS buat rencana tingkatkan pinjaman selama kuartal April-Juni
Departemen Keuangan pada Senin juga mengatakan pihaknya berencana untuk meningkatkan pinjamannya selama kuartal April hingga Juni tahun ini, meskipun pemerintah federal hampir melanggar batas utang tersebut.
Adapun AS berencana untuk meminjam USD726 miliar selama kuartal tersebut. Pinjaman itu USD449 miliar lebih banyak dari yang diproyeksikan pada bulan Januari, karena saldo kas awal kuartal yang lebih rendah dan proyeksi penerimaan pajak penghasilan yang lebih rendah dari perkiraan serta pengeluaran yang lebih tinggi.
9. Berimbas harga minyak mentah turun
Harga minyak mentah berjangka turun lebih dari 5% pada akhir perdagangan, Rabu (3/5/2023).
hal itu karena kekhawatiran atas kemungkinan gagal bayar utang AS dan perkiraan kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve dan Bank Sentral Eropa pekan ini.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni jatuh USD4,0 atau 5,29%, menjadi menetap di USD71,66 per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli merosot 3,99 dolar AS atau 5,03%, menjadi ditutup pada USD75,32 per barel di London ICE Futures Exchange.
Itu adalah penutupan terendah untuk kedua harga acuan sejak 24 Maret dan juga persentase penurunan satu hari terbesar sejak awal Januari.
(Taufik Fajar)