JAKARTA - Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) keripik tempe milik Joko Asori pamornya tidak usah diragukan lagi. Sebab, usahanya itu sudah punya pelanggan tetap di wilayah Jabodetabek.
Berbisnis keripik tempe awalnya tidak pernah ada dibenak pria berusia 68 tahun. Sebab, dia sejak 1982 adalah pengrajin tempe mentah yang akan disuplai ke pasar-pasar tradisional.
"Sebelum menjadi pengrajin tempe. Saya bekerja sama orang lain dahulu untuk belajar. Itu selain membantu ayah yang juga pengrajin tempe," ucap Joko di Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Bekerja dengan orang lain dan membantu ayahnya ditekuni oleh Joko saat itu. Pada akhirnya dia memutuskan menjadi pengrajin tempe bermodalkan ilmu yang diperoleh.
Setelah 29 tahun menjadi pengrajin tempe, pada 2011 Joko mulai perlahan mencoba-coba membuat olahan keripik tempe karena melihat potensi yang lebih besar. Dia pun mencobanya perlahan bermodalkan racikan bumbu yang diperoleh dari keponakan sang istri, yakni Siti Martinah.
Siti Martinah telah lebih dahulu terjun ke usaha keripik tempe yang berdekatan dengan rumah Joko di Jalan H Aom, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta. Kini kawasan itu menjadi klaster usaha keripik tempe dengan 40 pelaku usaha.
Pria yang juga menjabat Ketua Rukun Tetangga (RT) di sana tampaknya cukup menikmati usaha olahan keripik tempe yang sudah dijalani. Pasalnya, usahanya itu secara perlahan terus berkembang dan punya pelanggan tetap.
"Dalam satu hari saya usaha bisa menjual 30-40 kilogram (kg) keripik tempe," katanya.
Suhu dapur rumahnya pun selalu panas setiap harinya yang menandakan produksi tempe terus berjalan. Hal itu membuatnya terus bersemangat menjalani usaha itu.
Namun, Joko ingin usaha bisa lebih menjangkau pasar lebih luas lagi untuk menandakan bisnis berkembang. Namun, dia terbentur modal usaha
Dia pun mencoba memanfaatkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI untuk mengembangkan usahanya. Dana segar yang diberikan kepadanya itu pun dimaksimalkan agar produksi olahan keripik tempenya bisa lebih banyak.
"Sekarang bisa menjual 60-70 kilogram (kg) dalam satu hari. Itu setelah memanfaatkan KUR," ucapnya.
Belum lagi saat bulan Ramadhan yang membuat permintaan meningkat pesat. Sebab, dia bisa menjual 100 kilogram dalam satu hari.
Olahan kripik tempenya dijual Rp65.000 untuk ukuran satu kilogram. Sementara itu, untuk kemasan 250 gram dibanderol Rp20.000.
Kini, Joko pun sudah mempekerjakan enam orang karyawan dan dibantu anak-anaknya dan istrinya dalam menjalankan usaha itu. Jerih payah dari 1982 yang diawali pengrajin tempe dan beralih usaha keripik sudah dia rasakan nikmatnya.
Alhasil, dia pun dijadwalkan akan berangkat ke tanah suci untuk menjalankan ibadah haji pada 2026. Itulah mimpinya yang bakal segera terwujud sebentar lagi.
Melihat usaha yang dijalani Joko terlihat cukup menyenangkan karena sudah memiliki pelanggan tetap dan berkembang pesat. Namun, sampai ke titik ini bukan perkara mudah buatnya.
Oleh dikarenakan, usahanya pernah sedikit menurun saat pandemi covid-19 yang membuat harga kedelai mahal saat itu. Namun, dengan berbagai strategi bisnis membuatnya usaha bisa tetap bertahan.
"Selama dua tahun saya alami penurunan. Usaha saya sempat menurun 20% penjualan. Itu dampak pandemi," katanya.
(Dani Jumadil Akhir)