JAKARTA – Pemerintah tengah menyusun Peraturan Pemerintah (PP) UU Kesehatan. Salah satunya berisi rencana pelarangan total terhadap iklan, promosi, dan sponsorship dari produk tembakau.
Dewan Periklanan Indonesia (DPI) mengaku belum pernah dilibatkan dalam pembahasan aturan turunan Undang-Undang (UU) Kesehatan tersebut. Padahal, dampak aturan soal tembakau pada periklanan nasional sangat besar, seperti dalam aspek tenaga kerja hingga pemasukan.
Ketua Badan Musyawarah Regulasi DPI Herry Margono mengatakan industri periklanan dikagetkan dengan3 munculnya wacana pelarangan total iklan produk tembakau di ruang publik dan internet yang tertuang dalam draft PP UU Kesehatan.
“Pihak periklanan seharusnya dilibatkan dalam perumusan aturan turunan iklan produk tembakau tersebut. Dewan Periklanan Indonesia juga layak didengarkan pertimbangannya. Minimal adalah Persaturan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) juga dilibatkan. Ini kami belum mengetahui sama sekali informasinya,” terang Herry kepada wartawan.
Selain industri periklanan, pelaku industri kreatif di berbagai daerah dibuat khawatir dengan aturan tersebut. Promotor konser Rezki Aditya, mengatakan dampak dari pelarangan tersebut akan langsung dirasakan oleh pelaku industri kreatif, terutama industri kreatif di daerah.
“Kalau larangan ini terjadi, tentu kami merasa resah. Karena (keberlangsungan) kami pasti akan terdampak,” terang pria yang akrab disapa Eki.
Dia mencontohkan, jika ia membuat sebuah pertunjukan musik, pihaknya bisa melibatkan sekitar 300 orang yang bekerja secara langsung. Angka penyerapan tenaga kerja tersebut belum termasuk efek ganda yang terjadi di lingkungan sekitar pertunjukan dan pihak keamanan.
“Padahal, industri kreatif sedang berupaya bangkit setelah vakum bertahun-tahun akibat pandemi. Jadi, kalau larangan ini terjadi bisa menghambat kita dong. Ketika kita sudah ingin naik, dalam artian sedang dalam momentum yang baik, jadi tertekan lagi,” terangnya.
Eki berpendapat pemerintah harus memikirkan keberlangsungan industri kreatif, terutama para pekerjanya yang sebagian besar adalah pekerja lepasan. Oleh karena itu, wajar jika banyak pihak yang khawatir atas rencana pelarangan total bagi iklan, promosi, dan sponsorship dari produk tembakau tersebut.
“Buat saya jadi terkesan jadi cancel culture sih. Pemerintah harus lihat (dampaknya) secara luas,” pungkas Eki.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)