JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menegaskan peran utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024 dalam mendukung inklusi sosial dan kesejahteraan masyarakat.
Pada tahun anggaran 2024, APBN mengalokasikan sejumlah besar dana sebesar Rp493 triliun untuk program belanja sosial.
“Fokus kita adalah menjaga agar kemiskinan pada generasi mendatang tidak diwariskan," ujar Sri Mulyani dalam Kuliah Umum mengenai Kebijakan Fiskal di Tengah Ketidakpastian Global, Senin (23/10/2023).
Pemerintah berkomitmen untuk memutus mata rantai kemiskinan yang telah ada. Langkah ini telah ditegaskan sejak masa kepemimpinan Menteri Pendidikan Mohamad Nasir, dengan memberikan beasiswa kepada anak-anak dari keluarga miskin dan melaksanakan program imunisasi.
"Tujuan kami adalah tidak hanya memastikan anak-anak memiliki akses pendidikan yang baik, tetapi juga memastikan mereka memperoleh nutrisi yang memadai. Program-program seperti pencegahan stunting merupakan bagian integral dari upaya kita untuk mencegah masalah kesehatan dan gizi menghambat perkembangan anak-anak," jelasnya.
Selain itu, upaya inklusi juga diarahkan kepada pekerja yang kurang mampu, terutama mereka yang berstatus pekerja informal. Pemerintah telah memberikan dukungan asuransi kesehatan bagi mereka melalui BPJS Kesehatan, yang memungkinkan 98 juta orang mendapatkan akses layanan kesehatan secara gratis.
"Meskipun mereka membayar iuran, biaya iuran tersebut ditanggung oleh APBN. Selain itu, kami juga memperkenalkan Kartu Prakerja untuk membantu pekerja yang mungkin mengalami PHK atau kesulitan ekonomi," ujarnya.
Sri juga menekankan pentingnya formalisasi pekerja informal dan mendorong mereka untuk mendaftar ke BPJS Kesehatan.
"Kami berupaya memastikan para pekerja informal memiliki jaminan kesejahteraan, termasuk asuransi untuk masa tua. Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan juga telah diimplementasikan untuk memberikan bantuan yang diperlukan," tambahnya.
Sri menyoroti keragaman kelompok rentan. Misalnya, masyarakat miskin di Pulau Jawa memiliki kebutuhan yang berbeda dengan mereka di Pulau Papua, sehingga diperlukan pendekatan yang berbeda dalam upaya inklusi.